Halmahera – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) telah memanggil PT Nusa Halmahera Minerals (NHM) untuk menindaklanjuti persoalan hak-hak pekerja yang belum dibayarkan.
Namun, hingga saat ini, belum ada penyelesaian yang tuntas, sehingga menimbulkan keresahan di kalangan pekerja dan masyarakat sekitar tambang.
Kekecewaan memuncak ketika manajemen NHM tidak menghadiri rapat audiensi dengan Kemnaker pada Juni lalu. Padahal, rapat tersebut sangat dinantikan perwakilan pekerja yang datang.
Maharani Caroline, Kuasa Hukum LBH Marimoi, menganggap ketidakhadiran NHM sebagai pengabaian karena menyangkut hak normatif yang wajib dibayarkan.
Di lapangan, para pekerja terus menuntut pembayaran gaji yang menunggak hingga tiga bulan, tunjangan hari raya (THR), BPJS, dan pesangon bagi karyawan yang dirumahkan.
Masyarakat sekitar juga menagih janji program pemberdayaan dan CSR yang disebut belum berjalan sejak 2020. Akibatnya, beberapa aksi blokade sempat dilakukan untuk mendesak perusahaan agar segera bertindak.
Selain persoalan upah, keresahan warga Halmahera juga menyentuh isu lingkungan.
Seorang tokoh masyarakat mengeluhkan kondisi tersebut. “Dulu air sungai bisa langsung diminum, sekarang keruh dan sering bikin gatal. Kami merasa ditinggalkan,” ujarnya.
Aktivis lingkungan lokal juga mengingatkan,kerusakan ini akan memperparah beban masyarakat, terutama karena program reklamasi dan pengelolaan limbah NHM dianggap belum transparan.
Menanggapi tuntutan ini, Wakil Presiden Direktur NHM, Amirudin Hasyim, menegaskan perusahaan berkomitmen untuk menyelesaikan masalah.
Ia mengakui kebijakan efisiensi membuat sebagian karyawan dirumahkan, namun berjanji akan membayar gaji seiring perbaikan produksi. “Sebanyak 25 persen hasil produksi kami arahkan untuk pembayaran gaji,” katanya dalam keterangannya kepada media.
Meski demikian, janji itu belum mampu meredam kekhawatiran pekerja dan warga. Bola panas kini berada di tangan NHM dan Kemnaker. Pekerja hanya menginginkan kepastian,
“Janji tidak bisa menggantikan kebutuhan hidup. Kami hanya ingin kepastian,” ujar seorang pekerja.***