KIPP Desak KPU Gelar Pemungutan Suara Susulan di Ribuan TPS

21 April 2019, 21:28 WIB
ilustrasi

Jakarta – Komisi Pemilihan Umum ( KPU) diminta melakukan pemungutan suara susulan, pemungutan suara lanjutan dan pemungutan suara susulan di ribuan Tempat Pemungutan Suara (TPS) karena diduga KPPS tidak netral.

Saat ini proses penghitungan suara pemilu 2019 sedang dilaksanakan pada tingkat kecamatan oleh PPK, sejak Hari Jumat, 19 April lalu.

Banyak temuan dan catatan yang didapatkan dalam pemantauan proses pungut hitung di lebih dari 900 ribu TPS yang dilaksanakan pada tanggal 17 April, perlu mendapat tanggapan dan koreksi dalam pleno di tingkat PPK di lebih dari 8.000 kecamatan di seluruh Indonesia.

Menurut Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia Kaka Suminta menegaskan, pihaknya memiliki beberapa catatan penting dalam evaluasi pelaksanaan Pemilu yang digelar secara serentak 17 April 2019.

Cacatan itu terkait temuan Bawaslu bahwa ribuan KPPPS ditengarai tidak netral, sehingga Bawaslu perlu menindaklanjuti temuan tersebut sekaligus melakukan perbaikan pada proses akibat ketidaknetralan tadi.

“Ribuan TPS harus melakukan pemungutan suara susulan, pemungutan suara lanjutan dan pemungutan suara susulan,” tegasnya dalam siaran pers, Minggu (21/42019).

Banyaknya ketidakpuasan masyarakat akibat tidak terlayaninya hak pilih yang lebih disebabkan oleh ketidakakuratan data pemilih dan tidak tersedianya logistik pemilu, khususnya surat suara.

Selain itu, KIPP melihat kasus kekerasan di Sampang, Sumatra selatan dan beberapa tempat lain pada hari pemungutan suara, hendaknya diusut tuntas dan masyarakat mendapatkan informasi yang utuh.

KIPP memandang lLemahnya pemahaman dan pengetahuan teknis penyelenggaraan di tingkat TPS, mengakibatkan banyaknya dugaan pelanggaran yang harus diselesaikan.

Selain itu, Kekecewaan masyarakat pada sistem informasi rekapitulasi online yang dilaksanakan KPU, karena masalah akurasi entry data C1, serta rendahnya capaian data yang dunggah tersebut, sampai hari ini, Minggu 21 April 2019 baru terunggah 12 persen.

Kemudian, banyaknya korban, baik sakit tertekan mental bahkan sampai meninggal dunia yang menimpa para penyelenggara pemilu di tingkat TPS. Kehadiran pengawas TPS (PTPS) ternyata tak mengurangi berbagai pelanggaran dan penyimpangan dalam proses pungut hitung, sebagaimana diakui oleh Bawaslu sendiri.

Demikian juga, masih adanya permasalahan pemungutan suara di luar negeri yang terkesan KPU dan Bawaslu hanya “buying time”, bisa menjadi hambatan untuk membangun kepercayaan publik pada penyelenggara dan penyelenggaraan pemilu.

Terakhirm KPU sebaiknya memberikan pernyataan yang lebih hati-hati, sehingga beberapa pernyataan misalnya soal masalah pemungutan suara di Malysia dianggap hal biasa, atau pernyataan tentang polisi bisa meminta Salinan C1, perlu dikaji ulang, agar tak menimbulkan polemik yang tidak produktif. (rhm)

Berita Lainnya

Terkini