![]() |
ilustrasi |
JAKARTA – Sekretaris Jendral Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia Kaka Suminta mengingatkan prinsip-prinsip Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilu adalah diantaranya, kepastian hukum, independen, non partisan tertib dan profesional.
Sebagai penyelenggara dengan prinsip demikian, maka seluruh jajaran KPU, KPU Provisi, dan KPU Kabupaten Kota, seharusnya memenuhi syarat sebagaimana yag diamanatkan oleh Undang-undang Pemilu nomor 7 tahun 2017.
“Jika tidak, maka KPU dan seluruh jajaranya sebagai penyelenggara pemilu cacat hukum (invalid),” tegasnya dalam siaran pers diterima Kabarnusa.com.
Salah satu syarat KPU dan jajarannya sebagai penyelenggara Pemilu yang tertuang dalam pasal 21 huruf (k) adalah KPU dan jajarannya di daerah tidak menjadi pengurus organisansi masyarakat (Ormas).
Bunyi pasal 21 huruf (k) “Bersedia mengundurkan diri dari kepengurusan organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum dan tidak berbadan hukum apabila telah terpilih menjadi anggota KPU, KPU provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota, yang dibuktikan dengan surat pernyataan“.
“Sampai saat ini, KIPP Indonesia menailai komisioner KPU di pusat sampai daerah masih banyak yang menjadi pengurus Ormas baik berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum,” katanya.
Dengan demikian maka KPU dan jarannya masih belum mematuhi ketentuan UU sebagai penyelenggara Pemilu.
Konsekwensi dari hal tersebut, seluruh tahapan Pemilu yang dilakukan KPU sebagai sebagai penyelenggara Pemilu bisa menjadi cacat hukum karena dilakukan penyelenggara Pemilu yang tidak patuh hukum invalid, termasuk tahapan pendaftaran Parpol yang saat ini sedang dilakukan.
Untuk itu KIPP Indonesia meminta kepada KPU menertibkan anggotannya, baik di pusat maupun daerah, agar memenuhi ketentuan UU sebagaimana tertuang dalam pasal 21 huruf (k) tersebut di atas. (rhm)