Kisah Misteri Wayang Emas Majapahit di Festival Ulundanu Beratan

22 Oktober 2019, 16:09 WIB
Topeng%2Bdan%2Bwayang
Wayan Emas Majapahit (kiri) dan Topeng Gajah Mada (kanan) yang akan dipentaskan saat pembukaan Art Festival Ulun Danu Beratan, Kamis (24/10/2019) siang

TABANAN – Bupati Tabanan Ni Putu Eka Wiryastuti berharap Wayang Emas Majapahit dan Tari Topeng Gajah Mada yang akan dipentaskan di Art Festival Ulun Danu Beratan pada 24 – 27 Oktober akan menebarkan vibrasi perdamaian Nusantara dan Dunia.

“Tari wali yang sarat makna tersebut sengaja dipentaskan di lingkungan Ulun Danu Beratan saat Festival karena Ulun danu Beratan diyakini sebagai inti atau pusat bumi atau cakra bhuwana,” katanya saat menggelar jumpa pers di Restorant Ulun Danu, Bedugul, Tabanan, Bali, Selasa (22/10/2019) siang.

Menurut Bupati Tabanan, selama Wayang Emas dan Topeng Gajah Mada memang baru kali pertama ditampilkan di arena festival, yakni pada Art Festival Ulun Danu Beratan V tahun 2019 ini, karena sebelumnya hanya ditampilkan khusus untuk Wayang Lemahan atau Wayang Gedog pada serangkaian pelaksanaan upacara keagamaan.

“Jadi ini pementasan pertama yang dilakukan secara kolosal dengan dukungan lebih dari 100 orang seniman,” ujarnya. Ditanya tentang asal usul Wayang Emas dan Topeng Gajah Mada yang terbuat dari emas dengan kadar 18 – 22 karat tersebut, menurut Bupati Eka sejarahnya penuh misteri.

“Wayang Emas dan Topeng Emas Gajah Mada saat ini disimpan di Griya Peling, Gianyar memang penuh nuansa mistis. Beberapa wayang yang terbuat dari emas tersebut pernah hilang dicuri, namun akhirnya kembali lagi dengan sendirinya,” katanya.

Menurut Bupati Eka, kisah Wayang Emas tersebut berawal ketika Ida Pedanda Jungutan didatangi salah seorang warga dari Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan awal tahun 2009.

Warga Gowa tersebut mengaku masih keturunan Majapahit yang memiliki misi sebagai penyelamat benda-benda bersejarah warisan Kerajaan Majapahit.

“Kepada Ida Pedanda Jungutan warga Gowa tersebut mengaku menerima wangsit agar menghibahkan benda-benda warisan Majapahit berupa Wayan Emas yang dibawanya kepada keluarga Griya Peling di Desa Pekraman Padang Tegal, Gianyar.

Hibah wayang emas tersebut bukan untuk dimiliki namun untuk dilestarikan agar bermanfaat bagi kehidupan manusia,” paparnya

Disebutkan, pada awalnya orang Gowa tersebut menghibahkan 25 buah wayang emas pada tahun 2009. Setahun berikutnya menghibahkan 15 buah wayang emas.

“Begitu seterusnya sampai pada btahun 2013 silam jumlah wayan emas warisan Majapahit yang dihibahkan sudah mencapai sekitar 100 buah. Selain Wayang Emas, warga Gowa tersebut juga menghibahkan enam topeng Gajah Mada, Keris bertahtakan emas warisan Majapahit dan kusrsi Gajah Mada yang terbuat dari perunggu,” jelasnya.

Bupati Eka yang juga dikenal sebagai penekun spiritual ini menambahkan, wayan emas yang dihibahklan tersebut pakemnya merupakan paduan jenis wayang Bali dan Wayang Jawa.

Rias busana figur wayang pakemnya khas Wayang Jawa. Namun pada gelung atau mahkotanya khas pakem wayang Bali. Sedangkan wajah figur wayang menyerupai figur Wayang Jawa,

“Tinggi figur wayang emas berkisar 20 – 25 Cm dengan panjang gagang rata-rata 10 Cm. Ukuran fisik Wayan Emas ini relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan Wayang Bali yang memiliki tinggi 30 – 50 Cm.

Kalau penasaran, lihat saja pementasannya nanti saat pembukaan Art Festival Ulun Danu Beratan hari kamis tanggal 24 Oktober 2019 lusa,” pungkasnya. (gus)

Artikel Lainnya

Terkini