Badung– Seorang pria bergelar doktor asal Rusia, PK (40), harus menghadapi kenyataan pahit dideportasi dari Indonesia setelah terbukti melanggar izin tinggal.
Kisah pilu PK menjadi sorotan, bermula dari liburan impiannya di Bali yang berakhir tragis akibat kehabisan uang dan terusir dari persembunyian sementaranya.
PK tiba di Indonesia melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai pada 4 September 2024 dengan visa kunjungan, yang seharusnya hanya berlaku hingga 22 November 2024.
Pria yang mengaku berlibur untuk melepaskan penat ini, mulanya menikmati keindahan Ubud dan Amed. Namun, siapa sangka, gelar Doctor of Building Materials tak menjamin kelancaran finansialnya di negeri orang.
Di tengah liburannya, kehabisan uang mendera PK. Terpaksa, ia mencari tempat berteduh seadanya.
Sebuah lembah kosong menjadi pilihannya, namun tak lama kemudian ia diusir warga lokal. Nasib membawanya ke bangunan kosong di area pura, berharap bisa menumpang sementara. Lagi-lagi, ia bertemu warga lokal yang meminta dirinya segera pergi.
Beruntung, kebaikan hati warga ditambah hujan deras, membuatnya diizinkan menginap semalam.
Setelah izin tinggalnya habis, PK masih nekat bertahan di Bali.
Alasan keterbatasan finansial membuatnya tak mampu memperpanjang visa atau membayar denda Rp1.000.000 per hari yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2024. Ia mengaku telah membeli tiket ke Singapura, namun memilih untuk tidak menggunakannya dan tetap tinggal di Pulau Dewata.
“Saya menyadari pelanggaran yang saya lakukan,” ujar PK, yang juga menegaskan tidak pernah melakukan pelanggaran hukum lainnya di Indonesia. Ia menyatakan siap menerima segala konsekuensi, termasuk deportasi.
Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar akhirnya mengambil tindakan tegas. Berdasarkan Pasal 78 Ayat (1) juncto Pasal 75 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, PK dikenakan tindakan administratif berupa deportasi dan penangkalan.
Artinya, selain dipulangkan, ia juga dilarang masuk kembali ke Indonesia dalam waktu tertentu.
Pada Rabu, 4 Juni 2025, PK dideportasi melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai dengan pengawalan ketat petugas Rudenim Denpasar.
Kepala Rudenim Denpasar, Gede Dudy Duwita, menegaskan pentingnya penegakan hukum keimigrasian.
“Penegakan hukum terhadap pelanggaran keimigrasian akan terus dilakukan demi menjaga tertib administrasi dan keamanan negara. Setiap warga negara asing wajib mematuhi aturan izin tinggal di Indonesia,” tegas Dudy.
Dudy menambahkan, tindakan penangkalan terhadap PK bisa berlaku hingga 10 tahun, bahkan seumur hidup jika ia dianggap mengancam keamanan dan ketertiban umum. “Keputusan akhir mengenai penangkalan akan ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi setelah mempertimbangkan aspek-aspek kasusnya,” tutup Dudy.
Kisah PK menjadi pengingat bagi setiap warga negara asing untuk selalu mematuhi aturan hukum di Indonesia. Liburan yang awalnya diimpikan, bisa berakhir tragis jika mengabaikan kewajiban administratif. ***