Pematung kenamaan Bali Nyoman Nuartha (Foto:KabarNusa) |
KabarNusa.com, Denpasar – Mega proyek prestesius Garuda Wisnu Kencana (GWK) di Kuta Selatan, Badung, Bali terus dibelit persoalan bahkan masuk ke ranah hukum. Alih-alih mendapat untung justru proyek GWK tersendat, kasus demi kasus mulai terkuak bahkan pihak pemegang saham pengelola GWK tertipu miliaran rupiah dari investor.
Setidaknya Ada 11 kasus terendus namun baru 4 yang masuku tahap penyidikan di Polda Bali Dan Polda Jabar.
Nyoman Nuartha mewakili pihak GWK dan mantan Direksi Ersad Broto Amidarmo memberikan keterangan pers Minggu 25 Mei 2014, seputar kasus yang membelit GWK.
Hadir dalam keterangan pers itu, Ketua Tim Pengacara Budi Adnyana, dan Harjono Ratmono dan Kadek Ratna Jayanti.
“Kami ingin menjelaskan, bahwa kami optimis kawasan GWK terwujud, patungnya sudah 50 persen. Namun kami juga ingin jelaskan, selama 7 tahun saya ada di sana, ternyata banyak penipuan,” sebut Nuarta.
Ada empat kasus telah sudah didaftarkan di Polda Bali dan Polda Jawa Barat. Yang pertama adalah laporan polisi nomor LP/521/IX/2013 tertanggal 17 September 2013, dengan terlapor Edi Sukamto Josana ( direksi) terkait penipuan dan penggelapan pesangon.
“Kasus ini dilaporkan oleh Pak Ersad, sebagai salah seorang direksi yang mestinya mendapatkan pesangon namun tidak dibayarkan sampai sekarang,” jelas Budi Adnyana.
“Pajak dari pesangon itu sudah dibayarkan, logikanya pesangonnya sudah cair. Namun tidak jelas,” ungkap Budi.
Kasus kedua laporan nomor 726/XII/2013/SPKT Polda Bali tertanggal 19 Desember dengan Pelapor Nyoman Nuarta dengan terlapor Edi Sukamto Josana dan Ginawan Candra terkait penggelapan sertifikat.
Cerita kasus ini adalah bermula dari dana Rp 22 miliar, yang awalnya digunakan untuk mengurus surat – surat tanah di Kawasan GWK, untuk proses HGBnya.
Aalam perjalannya, terlapor malah membayarkan duit itu sebesar Rp 14 miliar ke Putu Antara.
“Itu tanpa persetujuan pemegang saham termasuk Pak Nyoman Nuarta,” imbuh Ratmono.
Kasus ketiga dan sudah dilaporkan ke Polda Bali juga adalah terkait tanah kavling. Kasus ini bermula dari adanya rumah warga di kawasan GWK, sehingga diambil langkah untuk melakukan relokasi.
Warga dipindahkan ke tanah kavling yang dipersiapkan oleh pihak GWK, sejumlah 72 kavling, namun saat itu disiapkan 92 kavling.
Setelah proses berjalan, malah ada bagi – bagi kavling oleh bukan warga. Yang dilaporkan oleh Nuarta sama yaitu Edi Sukamto dan Ginawan Candra, laporan di Polda Bali TBI/724/XII/2013 tertanggal 19 Desember 2013.
Sedangkan laporan di Polda Jawa Barat adalah pencairan dana Rp 46 miliar tidak jelas. Uang ini digondol dengan mudahnya, sehingga Edi Sukamto dan Ginawan Candra dilaporkan ke Polda Jawa Barat. Dengan nomor laporan LPB/150/II/2014/Jabar tanggal 24 Februari 2014.
Ceritanya berawal, ketika saham PT Garuda Adhi Matra Indonesia (PT GAIN) dibeli oleh PTAlam Sutra Reality (PT Asri) dengan nilai Rp 800 miliar.
Namun dibayar baru Rp 600 miliar, dalam perjalanannya dana ini digunakan membayar utang Rp 414 miliar. Namun sisa dana yang disimpan di Bank Mandiri malah tiba – tiba ditarik Rp 46 miliar untuk membayar pajak.
Spesimen penarikan diganti untuk tanda tangan di Bank Mandiri. Anehnya kami kejar ke Bank mandiri tetap tidak mau menjelaskan siapa yang mengizinkan untuk mengganti, alasannya karena rahasia bank.
“Kita ini seniman tidak tahu persoalan bisnis, ternyata ada orang yang mau memanfaatkan untuk dapat uang dengan mudah,” ucap alumnus ITB itu.
Pihaknya hanya ingin ada peninggalan bersejerah bagi generasi mendadatang bahwa ada sesutau karya yang dikenang mereka.
“Kami tetap optimis patung ini akan selesai,” imbuh Nuarta. (rma)