Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menetapkan Banda Neira sebagai model percontohan nasional untuk integrasi konservasi laut, arkeologi, dan budaya maritim melalui program unggulan Laut untuk Kesejahteraan (LAUTRA).
Inisiatif ini memproyeksikan Banda Neira menjadi laboratorium ekonomi pesisir yang menyeimbangkan aspek ekologi, ekonomi, dan sosial budaya masyarakat.
Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan, Koswara, menyatakan Banda Neira dipilih karena kekayaan ekosistem laut yang luar biasa serta nilai sejarah dan budaya yang tinggi.
“Kami ingin membangun model pengelolaan laut yang tidak hanya lestari, tetapi juga menyejahterakan masyarakat,” ujarnya dalam siaran resmi di Jakarta, Minggu (26/10).
Program ini diklaim menjadi bukti nyata bahwa konservasi laut dapat berjalan berdampingan dengan pemberdayaan ekonomi lokal.
Pengembangan ekonomi di Banda Neira didorong melalui lima pilar utama, meliputi diversifikasi ekowisata bahari dan sejarah, pembentukan koperasi wisata maritim, pembangunan infrastruktur pendukung seperti museum budaya laut dan dermaga wisata, serta pelatihan masyarakat sebagai storyteller dan pemandu wisata bersertifikat.
Untuk mendukung pilar-pilar ini, KKP menyediakan skema pendanaan berkelanjutan (blue financing) melalui hibah mulai dari micro grant Rp150 juta hingga matching grant Rp1,25 miliar bagi UMKM biru yang ramah lingkungan.
Direktur Jasa Bahari KKP, Enggar Sadtopo, memastikan bahwa pendanaan ini bertujuan agar “ekonomi tumbuh tanpa merusak laut.”
Secara total, Program LAUTRA mencakup 11 provinsi, 20 kawasan konservasi, dan 3 Wilayah Pengelolaan Perikanan seluas 8,3 juta hektare, dengan target lebih dari 75 ribu penerima manfaat langsung.
Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, sebelumnya telah menekankan pentingnya keseimbangan antara perlindungan ekosistem laut, pemberdayaan masyarakat, dan pengembangan ekonomi biru berkelanjutan sebagai pilar utama pembangunan kelautan nasional.***

