Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus berusaha untuk
menekan perubahan iklim dalam sektor kelautan dan perikanan melalui hasil
riset yang dijadikan sebagai policy brief dalam pengambilan keputusan bagi
pemerintah pusat, pemerintah daerah, stakeholder, hingga masyarakat luas.
Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) melalui
Pusat Riset Perikanan, bersama IPB University dan Environmental Defense Fund
(EDF), menyelenggarakan webinar bertema Membangun Perikanan yang Tangguh
Terhadap Perubahan Iklim Seri II: Status Perubahan Iklim Lautan Global dan
Pembangunan Perikanan Nasional, pada 11 Februari 2021.
Peningkatan suhu menyebabkan terjadinya perubahan iklim di berbagai belahan
bumi.
Dalam sambutannya, Kepala BRSDM, Sjarief Widjaja, menuturkan bahwa berdasarkan
data The Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) Tahun 2018,
kesempatan untuk mencegah bencana iklim ekstrim yang terjadi karena pemanasan
global dengan maksimum kenaikan suhu 1,5°C, ditargetkan dapat terlaksana
sebelum tahun 2030.
Seiring dengan menghangatnya suhu dan meningkatnya keasaman perairan laut,
stok ikan diprediksi akan bergerak menuju habitat yang lebih sesuai.
Indonesia, sebagai negara tropis, diperkirakan akan menghadapi dampak yang
lebih parah dibandingkan dengan kawasan lainnya di dunia, terlebih di sektor
perikanan.
Sebagai negara penyumbang hampir 7 persen dari produksi ikan global, perubahan
iklim dapat mempengaruhi ketahanan pangan, keselamatan nelayan, konservasi dan
keanekaragaman hayati, serta perekonomian yang dihasilkan oleh sektor kelautan
dan perikanan.
Jika kegiatan ekonomi berlanjut seperti biasa, dengan tingkat tekanan
penangkapan ikan dan pemanasan laut saat ini, maka hasil perikanan kemungkinan
akan menurun dan 80 persen stok dunia jatuh ke status penangkapan berlebih
pada pertengahan dekade berikutnya.
Pemanasan global diatas 1,5°C akan menambah risiko bencana alam ekstrim
seperti cuaca panas ekstrim, kekeringan parah, banjir yang disebabkan curah
hujan ekstrim, dan mencairnya daratan es di kutub utara yang berdampak pada
ratusan juta orang di seluruh dunia.
“IPCC melihat pembatasan pemanasan global hingga 1,5°C akan membutuhkan
komitmen yang kuat dari seluruh negara untuk perubahan yang cepat, luas dan
belum pernah dilakukan sebelumnya di semua aspek kehidupan masyarakat dunia,”
ujar Sjarief.
Ia mengatakan, butuh strategi pengelolaan yang efektif dalam menekan perubahan
iklim di sektor kelautan dan perikanan.
Diantaranya dengan sistem pengumpulan dan monitoring data yang efektif, proses
pengelolaan berbasis sains adaptif, harvest control rules yang selaras dengan
biomassa stok, dan pertimbangan komponen sosial-ekonomi dan ekosistem yang
lebih luas.
“Di dalam sektor kelautan kita mengembangkan ocean based mitigation, metode
mitigasi berbasis laut itu menerapkan tidak hanya bagaimana untuk mereduksi
emisi gas kaca, tetapi juga dalam memberikan paradigma yang sederhana kepada
nelayan,” tutupnya. (riz)