JAKARTA- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus memperjuangkan tata kelola perikanan tuna sirip biru selatan pada pertemuan tahunan Komisi Konservasi Tuna Sirip Biru Selatan (The Commission for the Conservation of Southern Bluefin Tuna/CCSBT).
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Lotharia Latif mengatakan tuna sirip biru selatan merupakan jenis tuna yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan hanya bisa ditemukan di Samudera Hindia bagian Selatan.
Karena termasuk ikan yang mampu bermigrasi jauh dan keberadaannya pada perairan regional dengan negara lain, maka alokasi penangkapannya diatur oleh organisasi regional CCSBT. Indonesia memiliki peran penting dalam siklus hidup tuna sirip biru karena perairan Indonesia bagian Selatan Jawa sebagai area pemijahan dan pengasuhan tuna sirip biru selatan.
“Sebagai negara anggota, kita aktif mengikuti pertemuan CCSBT dan organisasi regional pengelolaan perikanan lainnya, tentunya dalam rangka memperjuangkan kepentingan negara kita dalam pemanfaatan sumberdaya ikan khususnya tuna. Selain menyampaikan perkembangan kepatuhan terhadap resolusi, kita juga menyampaikan beberapa proposal dan intervensi dalam pengelolaan tuna sirip biru selatan yang lebih baik untuk Indonesia,” ujarnya dalam keterangan resmi di Jakarta, 17 Oktober 2024.
Pertemuan tahunan CCSBT diawali dengan Komisi Kepatuhan ke-19 pada 3-5 Oktober 2024 yang dilanjutkan dengan pertemuan tahunan Komisi ke-31 pada 7-11 Oktober 2024. Pertemuan dihadiri oleh negara anggota CCSBT yaitu Indonesia, Australia, New Zealand, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Afrika Selatan, dan Seychelles.
Tingkat kepatuhan negara-negara anggota terhadap teknis pengelolaan (management measure) CCSBT rata-rata meningkat setiap tahunnya. Untuk Indonesia sendiri, peningkatan level kepatuhan perlu didorong dengan meningkatkan cakupan observer.
“Ini menjadi catatan bahwa diperlukan penambahan jumlah observer, frekuensi penempatan observer di atas kapal, peningkatan kemampuan observer termasuk alat komunikasi di atas kapal yang memadai untuk mendukung kinerja observer,” imbuh Latif.
Sementara itu, Ridwan Mulyana, Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan yang juga menjadi Ketua Delegasi Indonesia pada sidang CCSBT mengatakan bahwa pada sidang tersebut, Indonesia menyampaikan proposal penambahan kapal pengangkut sebagai bagian dari trial project transhipment at sea (2024-2025) dan proposal untuk mengubah mekanisme pembagian alokasi tuna sirip biru selatan pada blok kuota tahun 2027-2029.
“Indonesia berhasil mendorong pembahasan pembagian alokasi tuna sirip biru selatan yang lebih adil, dan memperhatikan kepentingan negara berkembang khususnya Indonesia yang memiliki potensi perairan dimana tuna sirip biru berada. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan peluang peningkatan alokasi Indonesia yang lebih besar untuk blok kuota tahun 2027-2029,” urainya.
Ridwan mengaku usulan Indonesia ini mendapatkan beragam tanggapan atau penolakan dari negara-negara anggota lainnya, namun pada akhirnya mendapatkan persetujuan untuk dibahas lebih lanjut secara intersessional sebelum pertemuan CCSBT tahunan berikutnya.
“Perolehan kuota tuna sirip biru kita dari CCSBT trennya selalu meningkat namun belum memuaskan sehingga Indonesia harus mengusulkan perubahan mekanisme pembagian kuota yang lebih adil yang memberikan peluang lebih besar bagi Indonesia,” tambahnya.
Pertemuan tahunan CCSBT juga menyepakati kontribusi seluruh anggota tahun 2025 meningkat sebesar 5% menyesuaikan kebutuhan sekretariat komisi, rencana kerja peningkatan kepatuhan dan riset. Selain itu, Indonesia akan menjadi host country untuk pertemuan tahunan CCSBT tahun 2025 yang akan dilaksanakan di Bali.
Adapun anggota Delegasi Indonesia yang turut mengikuti pertemuan itu antara lain Kepala Pusat Riset Perikanan BRIN, Ketua Komnaskajiskan, perwakilan Dit PSDI, BHKLN, Biro Hukum, dan Asosiasi Perikanan Tuna (ATLI dan ASPERTADU).***