Jakarta – Komitmen kuat dalam memberantas dan mencegah informasi hoax ditunjukkan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) DKI Jakarta dengan menggelar pelatihan literasi berita bagi kalangan kampus yakni mahasiswa dan dosen.
Even ini merupakan kolaborasi dengan Cek Fakta, Google News Initiative serta Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya (PPKB) Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI).
Ketua AMSI DKI Jakarta Rikando Somba menegaskan, mahasiswa adalah apinya demokrasi. Mahasiswa adalah bagian dari kaum muda yang akan menentukan arah bangsa ini ke depannya nanti.
Karenanya mahasiswa harus bisa memilih mana berita yang benar dan berita hoax. Training news literacy ini sangat cocok untuk diberikan kepada mahasiswa, apalagi jumlah informasi hoax yang tiap hari kian bertambah.
Founder Validnews.com ini menyebut, kerugian materiil dan imateriil akibat hoax, jika dihitung mencapai Rp 1,7 triliun perbulan.
Karenanya, AMSI berkomitmen untuk turut memberantas dan mencegah informasi hoax seperti salahsatunya melalui training news literacy ini.
Dalam training bertema melawan informasi hoax diikuti mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi seperti Univesitas Indonesia, Universitas Gunadarma, UIN Jakarta, Unit Kegiatan Mahasiswa Cek Fakta serta dosen UI.
Selama dua hari 14 dan 15 September 2022 peserta mendalami berbagai tema dan isu terkait hoax di auditorium Lembaga Bahasa Internasional FIB UI, Depok, Jawa Barat.
Para mahasiswa dan dosen mendapat pelatihan dari dua trainer berpengalaman yakni M Nurfahmi Budiarto (KapanLagi Youniverse) dan Arsito Hidayatullah (Suara.com).
Materi dibahas termaktub dalam tujuh materi yakni Dampak Media Sosial untuk Pemahaman Publik mengenai Informasi, Siaran Pers dan Esensi Karya Jurnalistik, Mengenali Advertorial dan bentuk Native Advertising lain.
Mengenali Jurnalisme yang Mengabdi untuk Publik, Meretas Algoritma Media Sosial Anda, Kebenaran, Bukti dan Batasan Jurnalisme, Mewaspadai Makna Ganda: Efek Visual/Foto dalam Berita.
Arsito Hidayatullah menyebutkan lima ciri informasi atau berita hoax. Pertama, judul cenderung provokatif. Kedua, akun baru dibuat.
Ketiga, nama situs media mirip dengan media besar. Keempat, foto menipu atau tidak sesuai caption atau isi berita. Kelima, konten tidak jelas sumbernya, minim fakta dan cenderung menjiplak.
Nurfahmi Budiarto menjelaskan, penyebab begitu mudahnya informasi hoax, yakni: adanya dukungan dari platform sosial media, UGC dan messenger (layanan pengiriman pesan), kemudahan membuat akun palsu dan buzzer, terdapat keuntungan bisnis
Kemudian Adanya lahan subur pada isu-isu besar seperti Covid-19, Pilpres, Pilkada dll, adanya algoritma media dan sosial media yang mengikuti kebiasaan publik, serta publik tidak bisa membedakan media abal-abal dengan media yang menerapkan standar kote etik jurnalistik dan UU Pers.
Dekan FIB UI, Dr Bondan Kanumoyoso, mengapresiasi AMSI yang telah menggelar pelatihan news literacy bagi mahasiswa dan dosen.
Kata dia, pelatihan ini sangat berguna bagi mahasiswa. Saat ini pemberitaan di media sosial sangat luar biasa, terutama jelang tahun politik.
“Training ini menjadi strategis karena yang menjadi salah satu sasaran hoax ini adalah mahasiswa, ” tegas Bondan Kanumoyo.
Mahasiswa, harus memiliki kesadaran dan pengetahuan tentang literasi media. Terlebih lagi mahasiswa sebagai representasi kekuatan masyarakat Indonesia, harus bisa memilah dan memilih mana informasi yang benar dan mana yang hoax.
“Kalau mahasiswa tidak memahami pemberitaan yang kebenarannya belum teruji, ini bisa membawa konsekuensi-konsekuensi serius,” Bondan Kanumoyo menegaskan.
Selain di DKI Jakarta, AMSI menggelar News Literacy Training di 10 daerah. Yakni Papua, Kalimantan Tengah, Riau, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat dan Gorontalo. ***