Konflik Lahan, 36 KK di Kampung Bugis Segera Dieksekusi

5 Juni 2014, 06:34 WIB
Keluarga Maisarh minta lahan di Kampung Bugis eksekusi segera dilaksankan (Foto:KabarNusa)

KabarNusa.com, Denpasar – Pengadilan Negeri Denpasar diminta
segera melaksanakan eksekusi terhadap 36 kepala keluarga yang ngotot
menempati lahan milik Hj. Maisarah di Kampung Bugis, Pulau Serangan,
Denpasar.

 

Pasalnya, Maisarah merupakan pemilik sah atas tanah seluas 1,2 hektar yang saat ini masih ditempati 36 KK.

“Ya
kami harapkan, sebelum bulan puasa ini, segera dilakukan ekseskusi,”
ujar Maisarah dalam keterangan resminya di Denpasar, Rabu (4/6/2014).

Sebelumnya,
mereka diberikan waktu selama 3 bulan dan jatuh tempo pada 28 Mei lalu,
namun ekseskusi gagal dilaksanakan lantaran waktu itu tengah ada
upacara keagamaan umat Hindu.

“Kami masih memiliki hati kepada
mereka, tapi untuk kali ini harus dilakukan ekseskusi.  Rencananya
sebelum puasa eksekusi harus selesai,”jelasnya.

Dia kembali mengungkapkan, tanah seluas 1,2 hektar adalah miliknya didapat dari Abdul Khadir ayahnya.

“Sebelumnya
tanah itu milik Asiqin, lalu dibeli ayah kami tahun 1957, kemudian
diberikan kepada saya,” ujarnya didampingi beberapa kerabatnya.

Ia
juga menegaskan, warga yang tinggal tanah miliknya bukanlah warga asal
Bugis asli, sebab yang warga Bugis asli adalah Abdul Khadir bersama
keturunanya dan Asiqi.

Warga yang tinggal di Kampung Bugis
merupakan pendatang dari Banyuwangi, Madura, Mataram yang awalnya
bekerja sebagai Anak Buah Kapal (ABK) Abdul Khadir.

“Ayah saya waktu itu meminjamkan tanah itu kepada mereka, dan waktu itu tidak boleh membangun rumah secara permanen,”jelasnya.

Masalah
muncul tahun 2008 ketika Maisarah hendak membangun rumahnya namun baru
diizinkan jika dia mengembalikan sertifikat tanah atas nama Maisarah ke
kampong Bugis.

“Bagaimana kami mau mengembalikan, lha wong itu
tanah milik saya sendiri kok disuruh mengembalikkan, ya kami
keberatan,”terangnya.

Apalagi, ketika warga menggugat tanah tersebut, dalam putusan pengadilan tingkat pertama dimenangkan Maisarah.

Anak
Maisarah, Siti Sapurah menambahkan, dia pernah mendatangi Ida Cokorda
Pemecutan Tahun 2002, untuk memastikan apakah benar lahan di kampung
Bugis  milik Pemecutan.

“Saya sampai bilang jika Cokorda punya
dokumen legalitas di lahan itu, saat itu juga juga saya robek sertifikat
yang ada sama saya, kalau lahan itu memang punya Cokorda,” jelas Ipung.

Karena
itu, dia meminta Cokorda agar tidak turut campur dengan membela warga
tersebut. Apalagi, jika sampai menuduh keluarga Maisarah memalsukan
surat-surat tanah.

“Kami meminta pengadilan tidak lagi
menunda-nunda ekekusi karena itu menjadi kewajibannya melaksanakan
putusan yang sudah inkracht dari MA, ” imbuh aktivis perempuan itu.
(gek)

Berita Lainnya

Terkini