Yogyakarta – Ampo, sebuah camilan tradisional yang terbuat dari tanah liat, telah lama dikenal di masyarakat Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Makanan yang dibuat dengan memotong tipis-tipis tanah liat ini secara turun-temurun dipercaya memiliki khasiat, seperti mengurangi rasa pahit dan menyehatkan pencernaan.
Pengakuan resminya sebagai Warisan Budaya Takbenda (Intangible Cultural Heritage) oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI pada tahun 2024 semakin mengukuhkan posisinya sebagai bagian penting dari tradisi lokal.
Namun, di balik status budayanya, muncul pertanyaan mendasar: apakah ampo benar-benar aman untuk dikonsumsi?
Menurut Prof. Dr. Ir. Sri Raharjo, M.Sc., Kepala Pusat Studi Pangan dan Gizi UGM, ampo yang sebagian besar komponennya adalah silika dan alumina tidak memiliki nilai gizi. Zat-zat ini tidak mudah larut dalam air dan tidak dapat diserap oleh tubuh, sehingga tidak memberikan manfaat nutrisi.
Yang lebih krusial, keamanan konsumsi ampo sangat bergantung pada sumber tanah liat yang digunakan. Jika tanah diambil dari area pegunungan yang relatif bersih, risikonya mungkin lebih kecil.
Namun, jika tanah berasal dari daerah dekat pemukiman atau ladang yang terpapar polusi, seperti pestisida dan logam berat seperti timbal, maka potensi kontaminasi sangat tinggi.
Konsumsi ampo dalam jumlah besar dan sering juga berisiko menyebabkan masalah kesehatan. Kandungan silika dan alumina yang bersifat padat dapat menyebabkan iritasi pada saluran pencernaan akibat gesekan partikel yang tidak larut, terutama pada orang lanjut usia atau mereka yang memiliki kondisi kesehatan rentan.
Prof. Sri menyarankan agar ampo dikonsumsi dalam jumlah terbatas dan oleh orang dewasa dengan sistem imun yang kuat.
Dengan demikian, meskipun ampo adalah warisan budaya yang berharga, masyarakat diimbau untuk lebih bijak dan berhati-hati dalam mengonsumsinya.
Memperhatikan sumber tanah, jumlah konsumsi, dan kondisi kesehatan pribadi adalah langkah penting untuk menjaga tradisi sekaligus kesehatan. ***