Kontroversi Pura Belong Batu Nunggul di Badung: Tokoh Bali Tegaskan Tak Ada Kaitan Sejarah dengan Pura Ulun Suwi dan Uluwatu!

Ngurah Harta keturunan (trah) Kerajaan Mengwi-Badung, membantah keterkaitan historis, geografis, maupun spiritual antara Pura Belong Batu Nunggul dengan Pura Ulun Suwi di Desa Adat Jimbaran,

5 November 2025, 15:04 WIB

Denpasar– Keberadaan Pura Belong Batu Nunggul di Kelurahan Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, kini menjadi sorotan publik setelah seorang tokoh masyarakat berpengaruh, I Gusti Ngurah Harta, tampil memberikan klarifikasi yang tegas.

Ngurah Harta, yang juga merupakan keturunan (trah) Kerajaan Mengwi-Badung, secara eksplisit membantah keras adanya keterkaitan historis, geografis, maupun spiritual antara Pura Belong Batu Nunggul dengan Pura Ulun Suwi di Desa Adat Jimbaran, apalagi dengan Kahyangan Jagat Pura Luhur Uluwatu yang merupakan tempat suci utama di Bali.

“Tidak ada keterkaitan antara Pura Belong Batu Nunggul dengan Pura Ulun Suwi maupun Pura Luhur Uluwatu,” ujar Ngurah Harta di Denpasar, Rabu (5/11/2025).

Ia menegaskan prasasti dan purana Pura Ulun Suwi yang didirikan oleh leluhurnya, I Gusti Agung Maruti, sama sekali tidak mencantumkan Pura Belong Batu Nunggul sebagai bagian dari wilayah atau wewidangan Desa Adat Jimbaran.

Menurut Ngurah Harta, setiap pura berdiri di atas fondasi sejarah yang harus dilandasi oleh tata krama adat, awig-awig, dan bukti otentik leluhur yang tidak bisa diklaim secara sepihak.

Lebih lanjut, tokoh yang juga Pinisepuh Perguruan Sandi Murti ini menyoroti isu krusial legalitas lahan dalam pembangunan tempat suci, terutama jika melibatkan bantuan dana dari pemerintah (APBD).

Ditegaskan, penggunaan anggaran publik untuk pura harus didahului dengan kejelasan status tanah.

Kalau mendirikan atau merenovasi pura dengan bantuan dari pemerintah bersumber dari APBD maka harus jelas dulu status lahannya.

“Tanah tersebut harus benar-benar milik pura bersangkutan, bukan masih dalam sengketa atau atas nama orang lain,” katanya mengingatkan.

Pura, sebagai tempat suci, tidak boleh dibangun di atas lahan yang tidak jelas status kepemilikannya.

Ia mengingatkan, mendirikan pura tidak hanya soal bangunan fisik, tetapi juga harus mencakup kesucian lahan secara niskala (spiritual) maupun sekala (nyata) serta bebas dari permasalahan hukum.

Menutup penjelasannya, Ngurah Harta mengajak seluruh umat Hindu di Bali untuk menjaga kesucian pura dengan dasar dharma dan kebenaran, bukan karena kepentingan pribadi atau kelompok.

Ia berharap masyarakat tidak mudah terprovokasi dan menyerukan pentingnya pelestarian sejarah pura melalui penelitian lontar dan prasasti yang sah.

Setiap pura memiliki sejarah dan kedudukan tersendiri. Jangan sampai ada klaim sepihak yang justru menimbulkan perpecahan.

” Pura adalah tempat penyucian diri dan pemujaan Tuhan, maka membangunnya harus dengan hati yang tulus dan niat yang benar,” tandasnya.

Pihaknya berharap kontroversi Pura Belong Batu Nunggul dapat dikaji mendalam untuk menjaga keharmonisan antar-pura di Jimbaran. ***

Berita Lainnya

Terkini