KabarNusa.com – Proses pengkaratan besi atau korosi menjadi ancaman bagi industri minyak dan gas di Tanah Air mengingat sebagian besar kilang sudah berumur sekira 40 tahun lebih.
Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian RI, Harjanto mengungkapkan, korosi bisa menyebabkan kerugian bagi perusahaan sehingga diperlukan upaya standarisasi alat-alat produksi bagi produksi minyak dan gas.
Untuk itu, perlu terus kalangan industri wajib menyesuaikan perlatan hingga kilang yang dipakai dengan standar nasional.
Standarisasi itu diperlukan mengingat korosi merupakan momok menakutkan bagi perusahaan khususnya yang bergerak di bidang perminyakan dan gas.
“Banyak perusahaan mengalami kerugian yang besar akibat korosi,” ungkapnya saat konferensi pers Konferensi “National Association of Corotion Engineer” (NACE) di BNDCC Nusa Dua, Badung, Bali, Selasa (2/9/2014).
Dia menuturkan, akibat korosi berdasarkan survei 2002, perusahaan minyak dan gas di negara Amerika Serikat mengalami kerugian cukup besar mencapai 276 miliar dolar AS per tahunnya.
Untuk total kerugian yang dialami perusahaan di Indonesia akibat korosi diperkirakan mencapai 2-5 persen.
Meski belum angka pasti berapa kerugian akibat korosi di Indonesia, dia memprediksi angkanya rata-rata bisa mencapai 2-5 persen dari produk domestik bruto suatu negara.
Dalam pandangan Sekretaris Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Gde Pradnyana, kerugian akibat korosi suatu perusahaan kerap melampaui biaya perbaikan.
Dampak korosi kata dia, tidak hanya pada biaya perbaikan, lebih dari itu pendapatan bisa berkurang dalam jumlah besar melampaui biaya perbaikan.
Karenanya, langkah antisipasi dilakukan dengan memilih material dan desain yang tepat mengingat industri minyak dan gas sebagian besar untuk kilang dibangun pada tahun 1970-1980.
“Standar terus berevolusi dari tahun ke tahun, mengingat sebagian besar dibangun pada 1970-1980 an, sehingga saat dibangun tentu standar berbeda dengan sekarang,” tutupnya. (kto)