Jakarta – Sektor perbankan Indonesia menunjukkan ketahanan yang luar biasa di tengah gejolak ekonomi global. Pada Februari 2025, kinerja intermediasi perbankan tetap stabil, sebuah indikasi kuat dari pengelolaan risiko yang efektif.
Plt. Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi Otoritas Jasa Keuangan OJK, M. Ismail Riyadi mengungkapkan, pertumbuhan kredit, yang merupakan salah satu indikator utama kesehatan sektor perbankan, terus menunjukkan angka positif, mencapai 10,30 persen secara tahunan, dengan nilai total Rp7.825 triliun.
Analisis lebih lanjut mengungkapkan dinamika menarik dalam distribusi kredit. Kredit investasi mencatat pertumbuhan tertinggi, mencapai 14,62 persen, yang mengisyaratkan optimisme sektor riil terhadap investasi jangka panjang.
Di sisi lain, kredit modal kerja, yang biasanya menjadi penopang utama aktivitas bisnis sehari-hari, tumbuh lebih moderat sebesar 7,66 persen.
“Ini mungkin mencerminkan kehati-hatian pelaku usaha dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi,” tutur Ismail Riyadi dalam keterangan tertulis 11 April 2025.
Di sisi pengembangan dan penguatan di bidang Perbankan, OJK telah menerbitkan SEOJK Nomor 2 Tahun 2025 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) dan Pemenuhan Modal Inti Minimum Bagi Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dalam rangka penyelarasan dengan POJK Nomor 7 Tahun 2024 tentang BPR dan BPRS, POJK Nomor 1 Tahun 2024 tentang Kualitas Aset BPR, dan SEOJK Nomor 21 Tahun 2024 tentang Panduan Akuntansi Perbankan bagi BPR.
“Bank-bank BUMN memainkan peran kunci dalam mendorong pertumbuhan kredit, dengan kontribusi sebesar 10,93 persen,” tuturnya.
Sementara itu, kredit korporasi melonjak 15,95 persen, menunjukkan kepercayaan diri sektor korporasi dalam melakukan ekspansi. Namun, pertumbuhan kredit UMKM yang hanya 2,51 persen mengindikasikan bahwa sektor ini masih membutuhkan dukungan lebih besar.
Dari sisi pendanaan, Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh 5,75 persen, mencapai Rp8.926 triliun. Likuiditas industri perbankan tetap terjaga dengan baik, dengan rasio AL/NCD dan AL/DPK jauh di atas ambang batas minimum.
Kualitas kredit juga menunjukkan stabilitas, meskipun ada sedikit peningkatan rasio NPL gross menjadi 2,22 persen. Namun, jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, tren penurunan NPL dan Loan at Risk (LaR) mengindikasikan perbaikan kualitas aset.
Permodalan perbankan yang kuat, dengan CAR mencapai 26,98 persen, menjadi bantalan yang kokoh dalam menghadapi risiko. Fenomena menarik lainnya adalah pertumbuhan kredit Buy Now Pay Later (BNPL) yang mencapai 36,60 persen, meskipun porsinya masih kecil. Ini menunjukkan perubahan perilaku konsumen yang perlu diantisipasi oleh sektor perbankan.
Secara keseluruhan, sektor perbankan Indonesia menunjukkan ketahanan dan stabilitas di tengah tantangan global. Namun, perhatian khusus perlu diberikan pada pertumbuhan kredit UMKM dan potensi risiko dari pertumbuhan kredit BNPL yang pesat.
Terkait dengan pemberantasan judi online yang berdampak luas pada perekonomian dan sektor keuangan, OJK telah meminta bank melakukan pemblokiran terhadap ±10.016 rekening (prev: ±8.618 rekening) dari data yang disampaikan oleh Kementerian Komunikasi dan Digital.
Selain itu, melakukan pengembangan atas laporan tersebut dengan meminta perbankan melakukan penutupan rekening yang memiliki kesesuaian dengan Nomor Identitas Kependudukan serta melakukan Enhance Due Diligence (EDD).
Di sisi pengembangan dan penguatan di bidang Perbankan, OJK telah menerbitkan SEOJK Nomor 2 Tahun 2025 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) dan Pemenuhan Modal Inti Minimum Bagi Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dalam rangka penyelarasan dengan POJK Nomor 7 Tahun 2024 tentang BPR dan BPRS, POJK Nomor 1 Tahun 2024 tentang Kualitas Aset BPR, dan SEOJK Nomor 21 Tahun 2024 tentang Panduan Akuntansi Perbankan bagi BPR.
“Selain itu, kami juga sedang melakukan penyempurnaan SEOJK tentang Penerapan Tata
Kelola bagi Bank Umum” imbuhnya. ***