Krisis Air Ancam Target Indonesia Emas 2045, 2,2 Miliar Penduduk Dunia Terdampak

Utusan Khusus Sekjen PBB untuk Kemitraan Air dan Sanitasi, Retno Marsudi menyebut krisis air global bisa menghambat tercapainya visi Indonesia emas 2045..

17 Agustus 2025, 14:20 WIB

YogyakartaKrisis air global yang semakin parah berpotensi menghambat tercapainya visi Indonesia Emas 2045.

Ancaman ini disampaikan oleh Utusan Khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Kemitraan Air dan Sanitasi, Retno Marsudi, dalam sebuah seminar di Universitas Gadjah Mada (UGM) baru-baru ini.

Menurut Retno, lebih dari 2,2 miliar orang di dunia, atau seperempat populasi, tidak memiliki akses terhadap air bersih yang aman. Selain itu, 3,5 miliar orang masih kekurangan fasilitas sanitasi yang layak.

Ia menegaskan bahwa isu ini bukan sekadar statistik, melainkan masalah kemanusiaan mendasar yang menyangkut kehidupan jutaan orang.

“Ini bukan sekadar angka. Ini menyangkut kehidupan manusia. Air adalah kebutuhan dasar, tapi jutaan orang masih kesulitan mendapatkannya,” ujar Retno.

Retno juga memaparkan data PBB yang menunjukkan kerugian ekonomi global akibat bencana terkait air seperti banjir dan kekeringan mencapai 550 miliar dolar AS setiap tahunnya.

Lebih dari 95 persen kerusakan infrastruktur dunia juga disebabkan oleh bencana tersebut. Ia merangkum tantangan global menjadi tiga poin utama: terlalu banyak air (banjir), terlalu sedikit (kekeringan), dan terlalu tercemar (pencemaran).

Di tingkat nasional, tantangan serupa juga membayangi. Retno memperkirakan kebutuhan air di Indonesia akan meningkat hingga 31 persen pada tahun 2045. Jika tidak dikelola dengan baik, kondisi ini bisa mengganggu target besar Indonesia.

“Kalau tidak diantisipasi, krisis air ini bisa mengganggu target besar bangsa kita. Ini bukan isu teknis semata, tapi menyangkut keberlangsungan hidup masyarakat,” tegasnya.

Solusi dan Peran Akademisi

Sebagai solusi, Retno mendorong pemanfaatan teknologi, efisiensi penggunaan air dalam berbagai sektor, dan penguatan sumber daya manusia (SDM) di bidang air.

Ia menekankan peran strategis universitas, seperti UGM, untuk melahirkan inovasi dan SDM kompeten, mengingat banyak ahli air dunia yang mendekati usia pensiun.

Sementara itu, Rektor UGM Prof. Ova Emilia menyoroti dampak krisis air di Indonesia, yang memicu berbagai masalah seperti banjir, longsor, dan kekeringan.

“Sebagai seorang dokter, saya paham betul bahwa sekitar 80 persen tubuh manusia terdiri dari air. Jadi, air harus menjadi perhatian utama,” ujarnya.

Melalui forum ini, UGM berkomitmen untuk memperkuat jejaring akademik dan berkontribusi jangka panjang dalam isu ketahanan air di tingkat nasional maupun internasional.***

Berita Lainnya

Terkini