KSP Dorong Penilaian Risiko Kejahatan Ekonomi atas Korporasi

Mengacu Hasil Penilaian Risiko Nasional tahun 2021, korporasi memiliki risiko tinggi terkait tindak pidana ekonomi seperti pencucian uang, pendanaan terorisme, maupun kejahatan ekonomi lainnya.

21 September 2022, 01:42 WIB

YogyakartaKantor Staf Presiden (KSP) mendorong penyusunan dokumen Penilaian Risiko Sektoral (Sectoral Risk Assessment/SRA) guna menjamin agar korporasi tidak disalahgunakan untuk kejahatan ekonomi.

Penilaian risiko di tingkat sektoral korporasi ini pun akan turut mendorong penguatan integritas sistem keuangan nasional sehingga memudahkan negara dalam mendeteksi dini kejahatan ekonomi seperti pencucian uang, pendanaan terorisme dan lain sebagainya.

Mengacu Hasil Penilaian Risiko Nasional tahun 2021, korporasi memiliki risiko tinggi terkait tindak pidana pencucian uang, pendanaan terorisme, maupun kejahatan ekonomi lainnya.

Dijelaskan, dokumen Penilaian Risiko Korporasi yang disusun ini nantinya dapat dijadikan pedoman bagi regulator, aparat penegak hukum dan industri keuangan bank dan non bank dalam mendeteksi dini kejahatan ekonomi,” katanya dalam keterangan tertulis, Selasa (20/9), di Jakarta.

Hal ini Ia sampaikan dalam menindaklanjuti Focus Group Discussion (FGD) terkait instrumen dan metodologi dalam penyusunan dokumen Penilaian Risiko Korporasi, yang diselenggarakan pada Rabu – Jumat, 7-9 Sept lalu, di Yogyakarta.

FGD tersebut pun dikomandoi oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta dikawal secara intensif oleh KSP.

FGD ini dapat dimanfaatkan sebagai kesempatan bagi Kementerian/Lembaga dan para perwakilan industri untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman tentang kejahatan ekonomi terkait korporasi.

Hasil FGD diharapkan dapat membantu menaikan rating Indonesia dalam proses Mutual Evaluation Review (MER) menuju keanggotaan Indonesia di Financial Action Task Force (FATF)”.

Penilaian risiko korporasi ini sendiri akan menggunakan metodologi sesuai dengan standar internasional dari FATF yang dimulai dengan mengidentifikasi kerentanan dan ancaman yang dihadapi oleh Indonesia.

Instrumen berupa kuesioner digunakan sebagai alat untuk mengumpulkan data terkait risiko kunci korporasi, emerging threat, red flag indicator, dan kapabilitas institusi.

“Kesepakatan FGD perlu ditindaklanjuti oleh para pemangku kepentingan kunci terutama dalam mempercepat pengumpulan data sehingga analisis risiko kejahatan ekonomi atas korporasi dapat diselesaikan tepat waktu,” tutupnya. ***

Berita Lainnya

Terkini