Kualifikasi Kepala BIN: Sinergi Nasional di Tengah Kompleksitas Global

8 Januari 2025, 19:40 WIB

Jakarta – Direktur Eksekutif Human Studies Institute (HSI)  Rasminto, memberikan pandangannya terkait penunjukan pucuk pimpinan Badan Intelijen Negara (BIN) dari latar belakang militer. Menurutnya, fokus utama dalam memilih Kepala BIN seharusnya bukan semata-mata pada latar belakang institusi, tetapi pada integritas, kapabilitas, dan pengalaman strategis.

“Pada prinsipnya, siapapun yang menjabat sebagai Kepala BIN, baik berlatar belakang militer, Polri maupun tokoh sipil lainnya, harus memiliki integritas, kapasitas, serta kemampuan manajerial dan kepemimpinan. Ini menjadi syarat mutlak untuk menghadapi tantangan intelijen yang semakin kompleks,” ujar Rasminto saat diwawancarai, Rabu (8/1).

Terkait anggapan sebagian masyarakat bahwa BIN saat ini sudah tepat dikendalikan oleh figur berlatar belakang TNI, Rasminto memberikan pandangan yang lebih luas.

“Memang, seorang berlatar belakang militer seperti Letjen Purn M. Herindra memiliki keunggulan dan modal dalam membangun sinergi dengan TNI-Polri, yang merupakan mitra utama BIN. Namun, tugas BIN tidak hanya soal pertahanan, tetapi juga mencakup isu-isu non-militer, seperti kejahatan siber, terorisme, ekonomi global, dan geopolitik. Oleh karena itu, kualifikasi Kepala BIN harus melampaui latar belakang institusi semata,” jelasnya.

Rasminto juga menggarisbawahi bahwa peran BIN sebagai koordinator fungsi intelijen nasional sesuai amanat UU No. 17 Tahun 2011 membutuhkan kecakapan lintas sektor.

“Kepala BIN harus mampu membangun komunikasi dan koordinasi dengan berbagai lembaga, termasuk kementerian dan instansi lain yang memiliki fungsi intelijen. Ini adalah tugas multidimensi yang tidak bisa hanya bergantung pada pengalaman militer,” tambahnya.

Mengenai penunjukan Letjen Purn M. Herindra, Rasminto menilai bahwa Presiden Prabowo Subianto memiliki pertimbangan strategis yang matang.

“Dengan pengalaman sebagai Danjen Kopassus, Pangdam Siliwangi, Kasum TNI, hingga Wakil Menteri Pertahanan, beliau memiliki modal yang cukup untuk memimpin BIN. Namun, yang lebih penting adalah bagaimana beliau mampu mengadaptasikan pengalamannya ke dalam kompleksitas isu-isu intelijen nasional,” katanya.

Lebih jauh, Pakar Geografi Politik UNISMA ini menegaskan bahwa pengendalian BIN tidak boleh terjebak pada dominasi satu institusi tertentu.

“Keberhasilan BIN tidak ditentukan dari apakah pimpinannya berasal dari militer atau bukan. Yang paling penting adalah kecakapan untuk memahami dan mengelola tantangan yang lintas sektor dan lintas disiplin,” paparnya.

Ia menambahkan, meskipun figur berlatar belakang militer seperti Letjen Purn M. Herindra memiliki nilai lebih dalam membangun sinergi dengan TNI-Polri, adaptasi terhadap tantangan non-militer tetap menjadi kunci keberhasilan.

“Isu seperti ancaman siber, stabilitas ekonomi, hingga pergeseran geopolitik global membutuhkan strategi intelijen yang lebih holistik,” ungkapnya.

Rasminto juga mengingatkan bahwa Kepala BIN harus menjaga kepercayaan penuh dari Presiden.

“Kepercayaan Presiden merupakan elemen kunci yang memastikan fungsi BIN berjalan efektif, terutama dalam menghadapi dinamika politik dan keamanan yang terus berkembang,” ujarnya.

Rasminto menyampaikan harapannya terhadap kepemimpinan Letjen Purn M. Herindra.

“Saya optimistis dengan rekam jejak dan pengalaman yang beliau miliki, BIN dapat menjadi institusi yang adaptif dan inovatif. Namun, fokus ke depan harus tetap pada membangun sinergi lintas sektor dan merumuskan strategi intelijen yang sesuai dengan kebutuhan bangsa di era modern,” tutupnya.***

Berita Lainnya

Terkini