Jakarta – Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, mengungkapkan dalam empat tahun terakhir, sebanyak 5,5 juta konten pornografi anak telah tersebar di media sosial.
Temuan ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan jumlah konten pornografi anak terbesar keempat di dunia.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam acara peresmian Peraturan Pemerintah (PP) tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik untuk Perlindungan Anak, yang berlangsung di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, pada Jumat, 28 Maret 2025.
Meutya menyoroti keprihatinan Presiden Prabowo terhadap meningkatnya kejahatan terhadap anak. Ia menyebutkan bahwa angka kasus pornografi anak yang mencapai lebih dari 5,5 juta dalam kurun waktu empat tahun terakhir merupakan kondisi yang sangat mengkhawatirkan.
Selain itu, ia juga mengungkapkan bahwa 48 persen anak-anak di Indonesia mengalami perundungan di media sosial, sementara 80.000 anak di bawah usia 10 tahun telah terpapar judi online.
Dalam pidatonya, Meutya menekankan pentingnya perlindungan anak di ruang digital melalui regulasi yang kuat.
Ia mengungkapkan arahan Presiden Prabowo menjadi momen bersejarah yang memberikan panduan jelas dan tegas terkait perlunya aturan untuk menciptakan ruang digital yang aman bagi anak-anak.
Sebagaimana dikutip dari Beritasatu.com Salah satu langkah yang diusulkan adalah penundaan usia anak untuk mengakses media sosial.
Menindaklanjuti arahan tersebut, Meutya menjelaskan bahwa pihaknya telah menggelar konsultasi publik dengan melibatkan 287 masukan dari 24 pemangku kepentingan, baik dari dalam maupun luar negeri.
Proses ini juga mencakup tujuh kali Focus Group Discussion (FGD) yang diikuti oleh perwakilan lintas kementerian, akademisi, organisasi non-pemerintah, dan para pakar. Panitia antarkementerian pun diperluas untuk memastikan kebijakan yang terintegrasi.
Hasil dari upaya tersebut adalah penandatanganan resmi PP oleh Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, pada Jumat, 28 Maret 2025.
Regulasi ini diharapkan menjadi langkah signifikan dalam melawan kasus pornografi anak dan kejahatan lainnya yang melibatkan anak-anak di ruang digital.***