KabarNusa.com –
 Kalangan aktivis peduli anak dan perempuan mendesak Pemerintah
 Kabupaten Jembrana segera menerbitkan Peraturan Daerah agar penanganan
 dan perlindungan anak korban tindak kekerasan lebib maksimal sehingga
 mereka tidak trauma.
Dimotori Lembaga Bantuan Hukum (LBH)
 Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (APIK) Bali, mereka
 menyampaikan aspirasi dan dukungan kepada aparat penegak hukum agar
 serius menangani kasus-kasus kekerasan terhadap anak.
Yang
 menjadi sorotan serus adalah Kasus dugaan kasus Human Trafficking yang
 melibatkan warga asing yang tinggal di Desa Perancak, Jembrana.
“Pemkab
 Jembrana paling bertanggungjawab terhadap masalah ini karena selama ini
 absen menyikapi masalah itu sehingga kekerasan terhadap anak dengan
 kepentingan sexual di Jembrana terus terjadi,” tegas Direktur LBH APIK
 Bali Ni Nengah Budawati, Selasa (22/7/2014).
Rombongan aktivis
 itu melakukan audensi dengan Wakapolres Jembrana Kompol Hagnyono
 mewakili Kapolres Jembrana AKBP Harry Hariyadi di ruang Rupatama Polres
 Jembrana.
Untuk itu, pihaknya mendesak Pemkab Jembrana segera
 membuat peraturan daerah (Perda) sehingga penanganan kasus kekerasan
 terhadap anak bisa dilakukan secara maksimal.
“Perlu diperhatikan
 bagaimana cara penanganan terhadap anak yang menjadi korban
 pasca-kejadian, rehabilitasi  dan memberikan konseling terhadap korban.
 Sehingga korban tidak menimbulkan trauma yang mendalam,” terangnya
 didampingi Siti Sapurah aktivis aktivis lainnya.
Penanganan
 terhadap korban kekerasan maupun terhadap pelakunya yang masih anak-anak
 sangat berbeda dengan penanganan kasus orang dewasa.
Pihaknya tidak mempermasalahkan siapa nanti yang akan mengusulkan perda tersebut, baik inisiatif dewan ataupun pemerintah.
Mengingat
 keberadaan perda tentang itu menurutnya sudah sangat mendesak di
 Jembrana. Apalagi kasus kekerasan sexual terhadap anak perempuan di
 Jembrana sangat menonjol.
Dalam perda nantinya tercantum jelas
 bagaiman cara penanganan, siapa selfernya dan bagaimana cara
 rehabilitasinya. Termasuk masalah visum gratis terhadap korban perlu
 diatur karena selama ini di Jembrana menurutnya tidak ada.
“Ini yang harus kami dorong agar segera terujud,” imbuhnya.
Hal
 sama disampaikan Siti Sapurah yang akrab disapa Ipung, yang melihat
 pentingnya anak-anak korban kekerasan perlu mendapat pendampingan.
“ Di sini yang berperan adalah pemerintah, berbeda dengan kasus orang dewasa,” ujarnya.
Dia
 meminta kepolisian, agar tidak ragu dan serius menanagani kasus-kasus
 kekerasan seksual terlebih yang melibatkan warga asing sebagai pelakunya
 yang menimbulkan trauma buruk bagi para korban.
LBH Apik akan
 terus mengawal kasus yang saat ini tengah dalam penyidikan polisi di
 mana pelaku kekerasan seksual cukup banyak memakan korban anak-anak,
 yang menimbulkan keprihatinan banyak pihak.
Menanggapi hal itu,
 Wakapolres Jembrana Kompol Hagnyono menyambut baik masukan LBH APIK
 Bali, karena dapat saling mengisi terutama dalah hal penanganan kasus
 terhadap perempuan dan anak dibawah umur.
Pihaknya sangat
 kesulitan mencari pendamping seperti psikiater termasuk kesulitan dalam
 melakukan visum karena memerlukan biaya besar.
“Mudah-mudahan
 adanya koordinasi ini ke depan dapat berjalan dengan baik. Penanganan
 msalah ini harus berjalan bersama-sama,” imbuhnya. (dar)
 
 

 
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
 