KUTA – Isu lingkungan menjadi masalah krusial yang mesti disikapi kalangan media dengan satu harapan agar turut memberikan pemahaman kepada masyarakat dan bisa mengubah kebijakan publik yang peduli seperti pada isu perubahan iklim lewat karya-karya jurnalistknya.
Selama dua hari Lembaga Pers Dr Soetomo menggelar lokakarya yang diikuti 25 jurnalis media cetak, elektronik dan online yang berlangsung di Kuta Bali, 14-15 Desember 2016. Sejumlah pembicara dihadirkan untuk menyampaikan pandangan dan berdiskusi dengan isu-isu terkini dalam perubahan iklim yang menjadi keprihatinan banyak kalangan dalam kegiatan yang juga sebelumnya digelar sejumlah daerah.
Turut berdiskusi dengan kalangan media yakni, Direktur Jenderal Pengendalan Perubahan Iklim Kemneterian Lingkungan Hidup dan Kehutanana DR Nur Masripatin, Dosen Pertanian dan Klimatologi Program Studi Agroekoteknolog Fakultas Pertanian Unud Dr Ni Lauh Kartini, Jurnalis senior dan kandidat Doktor Universitas Indonesia Nabila Shahab, Subawa pejabat Dinas Kehutanan Provinsi Bali.
Beberapa topik menjadi pembahasan lokakarya seperrti agenda 2020 perubahan iklim Idonesia, hutan dan perubahan iklim di Bali, peta lingkungan dan dampak perubahan iklim di Bali, perubahan iklim dalam catatan berita, menulis efektif perubahan iklim hingga kiat meliput online.
Kegiatan dipandu pengajar LPDS Priyambodo dan Warief Djjanto Basorie dan Nabiha Shahab. Dalam paparannya, Dr Masripatin memaparkan bagaimana kondisi perubahan iklim dan pengendaliannya. Juga soal hasil keputusan paris agreement yakni bagaimana negara-negara anggota PBB mematuhi dalam menekan suhu pemanasan global hingga 2 derajat
“Secara umum trend bencana (banjir, longsor, kebakaran hutan (dll) terus meningkat di Indonesia sejak 2002 hingga 2014,” tutur Masripatin. Hal itu terjadi karena terkait antrophogenik sehingga diperlukan upaya-upaya pengendalian seperti adaptasi, mitigasi sebagai dampak perubahan iklim bagi negara-negara maju dan berkembang termasuk Indonesia.
“Salah satunya mengembangkan pembangunan berkelanjutan, rendah karbon dan adaftif terhadap perubahan iklim,” imbuhnya. (rhm)