Lembaga Publik Bali Masih Enggan Berbagi Informasi

26 September 2014, 04:00 WIB

Demo%2Bmendorong%2Bhak%2Bmengetahahui%2Binformasi%2Bpublik

KabarNusa.com
Belum semua lembaga publik di Bali bisa diakses setiap saat atau
bersedia berbagi informasi. Padahal UU No. 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) mengamanatkan hak setiap warga
negara bisa mengakses informasi publik.

Dalam amatan jaringan
penyokong keterbukaan informasi publik yakni Aliansi Jurnalis Independen
(AJI) Denpasar, Sloka Institute, dan Freedom of Information Network
Indonesia (FOINI), belum semua lembaga publik di Bali menjalankan amanat
undang-undang. 

Ketua AJI Denpasar Rofiqi Hasan mengungkapkan,
belum semua lembaga publik menyediakan informasi publik yang bisa
diakses tiap waktu.

Misalnya saja DPRD Bali belum mempunyai
website sendiri, malah Pemprov yang membuat subdomain DPRD yang berisi
sedikit informasi ini.

“Kendalanya tak hanya karena faktor
teknis, tapi juga mentalitas, seperti minimnya komitmen, dan ketakutan
membagi informasi,” tambah Rofiqi.

Karena itu bersama elemen
masyarakat lainnya, AJI mengadakan aksi damai memperingati International
Right to Know Day atau Hari Hak untuk Tahu internasional 2014, di
perempatan Sudirman Denpasar, Kamis (25/9/2014).

Mereka membentangkan spanduk bertuliskan “Kita Berhak Tahu Informasi Publik”

Peserta
aksi mengenakan penutup wajah bergambar kaca pembesar dan huruf I
sebagai simbol ajakan mencari tahu dan menyadari memiliki hak mendapat
informasi publik.

Beberapa orang mengajak warga mengisi polling
dengan sejumlah pertanyaan misalnya “Apakah tahu agenda perbaikan jalan
di tempat tinggalmu?” atau “Tahukah kamu proses analisis dampak
lingkungan di Bali?”

Mereka menyampaikan pernyataan sikapnya,
Pemerintah Provinsi Bali sudah memiliki Pejabat Pengelola Informasi
Daerah (PPID) yang bertugas menerima dan memfasilitasi permintaan
informasi.

Karena itu, warga diminta aktif mengakses informasi publik sesuai kebutuhannya.

“Warga
harus terus menguji Undang-undang ini agar lembaga publik sadar dan
sigap memberikan akses,” sambung Direktur Sloka Institute Agus
Sumberdana.

Hari Hak untuk Tahu (Right to Know Day)
internasional, ditetapkan pada 2002 di Sofia-Bulgaria, oleh berbagai
organisasi sipil, dan diperingati tiap 28 September.

Penetapan
hari itu dimaksudkan untuk menyadarkan semua kalangan bahwa informasi
yang menyangkut kepentingan masyarakat dan penyelenggaraan pemerintahan
adalah hak dan milik publik.

Di Indonesia, DPR dan pemerintah telah melahirkan UU KIP, yang efektif berlaku sejak 30 April 2010.

Meskipun ada toleransi waktu dua tahun kepada lembaga-lembaga publik untuk mempersiapkan diri, sebagian tak juga siap.

Undang-undang
di atas menyebutkan, setiap badan publik wajib mengumumkan informasi
secara berkala (paling singkat enam bulan sekali), meliputi informasi
yang berkaitan badan publik, informasi mengenai kegiatan dan kinerja
badan publik terkait.

Juga nformasi mengenai laporan keuangan; da /atau informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan (Pasal 9). (kto)

Artikel Lainnya

Terkini