Tabanan – Kawasan kreatif seluas 44 hektar, Nuanu Creative City, kembali menegaskan komitmennya dalam memajukan seni dan budaya di Bali melalui pameran kolektif bertajuk “Liana Reverie: Vivid Colours”.
Pameran ini berhasil mengumpulkan 23 seniman dari berbagai latar belakang, di antaranya A.M. Dante, Aly Waffa, Andi Sules, Aris Suantara, Ayu Murniati, I Nyoman Sujana Kenyem, Made Gunawan, Ni Komang Atmi Kristiadewi, Tatang, B Sp dan nama-nama penting lainnya.
“Liana Reverie: Vivid Colours” hadir sebagai refleksi kolektif mendalam tentang bagaimana manusia dapat menemukan kembali tempatnya dalam alam semesta.

Pameran ini secara artistik menginterpretasikan simbol “Liana” (tanaman merambat) untuk menggambarkan hubungan erat antara manusia dan alam, yang selaras dengan filosofi Nuanu yang berakar kuat pada lanskap alam.
Melalui penggunaan warna yang hidup (vivid colours) dan material organik, pameran ini mengajak pengunjung untuk mengartikan kembali konsep ketergantungan dan menciptakan keseimbangan.
Sahla Safia, Project Coordinator Nuanu Creative City, menjelaskan esensi pameran.
“Interconnected antara manusia dan alam bukan cuman kita sebagai manusia yang takut dengan alam tapi juga secara spiritually… Momen pameran ini cara kita mengapresiasi alam dan seberapa banyak yang mereka lakukan buat kita,” ujarnya.
Pameran ini memiliki dua harapan utama: pertama, mendorong pengunjung untuk lebih peduli dan sadar terhadap dampak dari perusakan alam; dan kedua, mengajak untuk perlahan memaknai seni sebagai bahasa universal yang menyuarakan nilai kehidupan, khususnya tanaman hidup yang kerap terabaikan dalam konteks modern.
Calvin, Assistant PR Manager Nuanu Creative City, menambahkan, “Kita mengajak para pengunjung buat Ayo kita balik ke alam. Ayo kita lihat lagi dan ingat lagi apa yang sudah alam berikan kepada kita.”
Hal ini diperkuat oleh Sahla Safia yang menyebutkan bahwa ekshibisi ini sangat cocok dengan Nuanu yang memang menjunjung tinggi upaya menjaga dan mengapresiasi alam.
Melalui pameran ini, Nuanu Creative City tidak hanya menyediakan ruang, tetapi juga menyuarakan keyakinannya bahwa seni tidak terpisah dari alam, melainkan bergerak bersama ritme kehidupan, sebuah langkah nyata untuk membentuk masa depan seni budaya di Bali.
Salah seorang seniman senior Bali Tatang B Sp menyatakan, tema alam dan lingkungan menarik bagi para seniman untuk memberikan opini melalui karya seni
“Kita melihat alam dalam konteks Bali yang sudah tidak memiliki keseimbangan maka akan melahirkan banyak problem, “ ungkap Tatang.
Karena itulah para seniman memberikan statemen atau opini melalui karya baik lewat surealisme, figuratif, dekoratif realis dan lainnya,” tutur alumni ISI Yogyakarta ini.
Campuran-campuran karya perupa ini melahirkan berbagai sudut pandang keberagaman dalam merespon fenomena alam dan lingkungan di Bali.
Poin pentingnya adalah bagaimana seniman ini dengan kekhusukannya karena biasanya seniman memandang sesuatu dengan berjarak di mana saat kerusakan seniman sebenarnya punya jarak sehingga saat ada ruang refleksi.
Tatang memandang keikutsertaan pameran di Nuanu ini sangat penting sebagai bentuk pertanggungjawaban dari mulai prosesnya, perjalanannya hingga produksi pada akhirnya harus diapresiasikan ke publik.
“Nuanu menjadi galeri yang representatif sehingga ini tentu disambut gembira oleh para seniman,” imbuh Tatang.***

