Lima Outlet Hardys Ditutup, APRINDO Bali Himbau Peritel Tenang

11 Januari 2018, 20:34 WIB
Jajaran pengurus APRINDO Bali

DENPASAR – Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) Bali meminta kalangan peritel tetap tenang dan tidak panik menyusul penutupan 5 outlet dari 9 outlet Hardys.

Masyarakat dikejutkan dengan pengambilalihan kelompok usaha Hardys oleh PT. Arta Sedana Retailindo sebagai solusi dalam menyelesaikan persoalan yang mendera perusahaan yang dirintis Gede Hardiawan.

Ketua APRINDO BALI Gusti Ketut Sumardayasa didampingi Sekretaris, I Made Abdi Negara menyatakan dugaan penutupan ini, karena masalah internal manajemen yang pelik.

Ia menampik anggapan, bahwa penutupan ini karena pengaruh perlambatan ekonomi serta dampak dari meningkatnya belanja online. Menurut Gusti, pertumbuhan ekonomi di Bali justru berada di atas pertumbuhan ekonomi nasional yakni 6,01% di triwulan ke III berbanding nasional yang hanya 5,06%.

Selain itu, konsumsi masyarakat cukup baik walaupun sempat mengalami penurunan di akhir tahun akibat dari pengaruh erupsi Gunung Agung yang berpengaruh pada pendapatan masyarakat yang dominan ditunjang dari sektor pariwisata.

Gusti menjelaskan, gejala-gejala permasalahan di internal Hardys, sebenarnya sudah mulai terlihat sejak pertengahan tahun 2016 baik dari sisi kelengkapan barang dan permasalahan dengan pihak supplier dan perbankan.

“Tampaknya permasalahan ini tidak bisa diselesaikan oleh manajemen baru,” imbuhnya yang mengaku belum bisa menghubungi pemilik baru Hardys.

Dalam kesempatan sama, Abdi menambahkan, pihaknya berharap Peritel Bali tidak panik menyikapi kondisi ini. Demikian pula, pemerintah diharapkan turun tangan dan segera melakukan koordinasi dan komunikasi dengan para pihak terkait, termasuk APRINDO Bali untuk menyikapi efek domino yang bisa saja terjadi.

“Ini harus dilihat sebagai sebuah kejadian luar biasa, karena penutupan ini termasuk skala besar,” jelasnya.

Abdi setuju, masalah internal manajemen yang menyebabkan kondisi Hardys seperti saat ini. Kondisi penurunan daya beli masyarakat yang sempat terjadi di akhir tahun tidak serta merta dapat menimbulkan permasalahan skala besar dengan serta merta jika di internal manajemen dapat mengelola dengan baik.

Kata dia, sektor online yang juga sering dituding biang keroknya menurutnya tidak bisa dikambinghitamkan karena secara nasional omzetnya tidak lebih 1,6% dari total omzet ritel nasional. “Apalagi di Bali dan dengan segmentasi menengah ke bawah yang masih awam berbelanja online pada barang-barang grocery,” jelasnya.

APRINDO siap melakukan pendampingan dan kerjasama dengan pihak-pihak terkait untuk sama-sama menyikapi. “Dalam kondisi seperti ini baiknya kita bergandengan tangan, saling mendukung untuk kemudian bisa bangkit bersama,” tutupnya. (rhm)

Berita Lainnya

Terkini