Jakarta – Para mahasiswa peserta program XL Future Leaders (XLFL) dari
berbagai daerah di Tanah Air saat ini tengah merampungkan belasan proyek
Internet of Thing (IoT).
Ada 18 proyek IoT semuanya memiliki prototipe dan masuki tahap uji coba
lapangan. Bahkan sebagian besar di antaranya sudah mendapatkan calon pengguna
yang akan mengaplikasikan proyek tersebut untuk mendukung produktivitas bisnis
atau usahanya.
Sejak Januari 2020, diharapkan semua proyek sudah siap implementasi pada
November 2020. Kini, proyek IoT menjadi salah satu syarat kelulusan bagi
mahasiswa XLFL.
“Proyek IoT ini tugas wajib bagi mahasiswa XLFL angkatan ke-7 dan menjadi
syarat kelulusan,” ungkap Chief Enterprise & SME Officer XL Axiata Feby
Sallyanto dalam siaran pers, Sabtu (26/9/2020).
Dengan mengerjakan tugas IoT ini, para mahasiswa juga mendapatkan pengalaman
riil yang sangat langka, yang tidak setiap sejawatnya bisa mendapatkan
kesempatan ini. Hasilnya sejauh ini sangat bagus untuk mereka yang baru
pertama mengerjakan IoT.
Feby menambahkan, proyek-proyek IoT karya mahasiswa tersebut menyasar pada
lima bidang bisnis, yaitu smart building, smart city, agrikultur, kelautan,
transportasi dan logistik. Saat ini, semua proyek telah memasuki pengembangan
prototipe dan market validation.
Para mahasiswa kreatornya sudah melalui tahap awal seperti pemahaman tentang
prinsip-prinsip dasar dari Revolusi Industri 4.0, IoT, dan pengembangan
bisnis. Mereka juga sudah melalui tahap survey pasar dan proposal proyeknya
juga sudah lolos untuk dibuat.
Pengembangan prototipe adalah proses awal dalam mewujudkan produk IoT meliputi
design hardware, aplikasi, dan integrasi dengan “flexiot”, platform IoT milik
XL Axiata.
Selanjutnya, market validation adalah proses verifikasi yang dilakukan sebelum
dan selama proses pembuatan prototipe yang bertujuan untuk memastikan apakah
fitur produk benar-benar menjawab masalah yang dihadapi oleh pasar.
Dengan demikian, proyek-proyek itu sudah menyelesaikan sekitar 60% dari
keseluruhan tahap sebelum sepenuhnya jadi dan siap diimplementasi.
Dua tahap lagi yang masih harus dilalui adalah pengemasan contoh produk dan
uji coba lapangan. Pengemasan contoh produk berupa pembuatan pcb-assembly dan
casing produk yang lebih memperhatikan aspek pemasaran, estetika, dan
kegunaannya.
Uji coba lapangan perlu dilakukan agar produk yang dibuat dapat bekerja dengan
baik di kondisi lingkungan calon pengguna. Pada saat mereka mengusulkan ide
proyek yang akan dikembangkan, mereka diwajibkan untuk mengobservasi calon
pengguna dari ide mereka.
“Dengan demikian, proyek yang dikembangkan benar-benar menjawab kebutuhan dan
mengarah ke komersial. Karena itu tidak mengherankan jika saat ini hampir
semua proyek sudah ada calon penggunanya dan bahkan sudah ada yang ikut
terlibat dalam pengembangan proyeknya,” tutur Feby.
Dalam menggarap proyek IoT, para mahasiswa XLFL mendapatkan bimbingan dari
X-Camp, laboratorium pengembangan IoT pertama di Asia Tenggara yang
disertifikasi oleh GSMA dan dimiliki XL Axiata.
Pengembangan proyek-proyek mahasiswa XLFL tersebut juga melibatkan tim IMDP
(IoT makers Development Program) sebagai tim pengembang.
Tim IMDP ini sendiri terdiri dari puluhan mahasiswa non XLFL yang berasal dari
beberapa kampus. Mereka merupakan peserta program khusus pengembangan IoT.
Jadi, pembagian tugasnya, mahasiswa XLFL melakukan riset pasar, survey,
mendapatkan informasi kebutuhan calon pengguna, dan membuka potensi untuk
tahap komersialisasi.
Lalu tim IMDP membantu membuat prototipe dari mulai perakitan hardware,
firmware programming, hingga aplikasi di lapangan. Semua proses berada dalam
bimbingan X-Camp.
Para mahasiswa XLFL merasa mendapatkan banyak pelajaran dari membuat proyek
IoT. Durasi waktu yang panjang untuk menyelesaikan proyek, hingga hampir
setahun, juga menjadi tantangan tersendiri bagi mereka.
Selain itu, membangun suatu proyek IoT tidak hanya membutuhkan keahlian dalam
teknologi digital, namun butuh berbagai kompetensi non teknis.
Misalnya manajemen tim, baik dalam membagi tugas, membangun kerja sama tim,
hingga menjaga emosi. Selain itu, mereka juga harus mampu mengedukasi pasar
potensial hingga bernegosiasi.
“Awalnya saya beranggapan bahwa IoT itu hanya bisa dibuat oleh mereka yang
memiliki background IT atau ilmu komputer serta mengerti tentang coding.
Namun, setelah mengerjakannya, IoT ternyata bukan hanya memerlukan kemampuan
teknis, namun juga skill untuk menganalisa permasalahan melalui kacamata orang
yang menghadapi permasalahan secara langsung.
Untuk bisa menganalisa dan mengambil kesimpulan, seseorang harus membiasakan
dirinya untuk memposisikan diri di pihak lain.
Oleh karena itu, skill utama yang harus dibiasakan di era digital ini adalah
berempati terhadap suatu permasalahan, agar bisa membantu mengatasinya dengan
tepat melalui IoT,” tutur Doni Susanto, mahasiswa Universitas Sriwijaya,
peserta program XLFL.
XL Axiata memandang IoT sebagai salah satu driver Revolusi Industri 4.0
yang memberikan spektrum baru kepada para mahasiswa XLFL sebagai calon
pemimpin masa depan.
Sebagai teknologi yang sangat erat dengan kehidupan masyaratkat, IoT punya
peran penting pada kemajuan di masa depan, di berbagai sektor bisnis maupun
layanan publik.
Jika ingin menjadi pemimpin yang mumpuni di masa depan, mereka setidaknya
harus menguasasi teknologi digital, salah satunya IoT.
Karena itu, program XLFL mulai menempatkan proyek IoT sebagai salah satu tugas
wajib bagi mahasiswa peserta program yang harus diselesaikan sebagai syarat
kelulusan. Ke-18 proyek yang saat ini masih diselesaikan para mahasiswa adalah
hasil dari tugas wajib tersebut. (rhm)