Yogyakarta – Dalam memperingati Hari Buruh Internasional (May Day) pada 1 Mei 2025, ribuan pekerja dan elemen masyarakat lainnya menggelar aksi unjuk rasa di sejumlah titik strategis di Kota Yogyakarta, mulai dari Tugu Pal Putih hingga Titik Nol Kilometer.
Guna mengamankan jalannya aksi, sebanyak 1.114 personel gabungan TNI dan Polri disiagakan di sepanjang jalur yang dilalui massa.
Kombes Pol Aditya Surya Dharma menyampaikan pihaknya telah menempatkan personel di beberapa titik utama, termasuk Tugu Pal Putih dan sepanjang Jalan Malioboro.
Selain pengamanan, kepolisian juga melakukan pengaturan lalu lintas dan mengimbau masyarakat untuk menghindari ruas jalan yang digunakan oleh peserta aksi selama kegiatan berlangsung.
Pihaknya juga meminta para pengunjuk rasa untuk menjaga ketertiban dan berharap aksi tidak disusupi oleh elemen lain, mengingat sebelumnya telah dilakukan koordinasi dan adanya komitmen untuk menjaga kondusivitas.
Koordinator Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIY, Irsyad Ade Irawan, menyampaikan 13 tuntutan kepada pemerintah mewakili massa aksi yang terdiri dari pekerja, buruh, petani, pekerja kreatif, perempuan, mahasiswa, tukang becak, pedagang kaki lima (PKL), hingga juru parkir.
Mereka menyatakan tekad untuk melawan penindasan dan memperjuangkan keadilan sosial.
Irsyad menegaskan bahwa aksi ini merupakan bentuk antitesis terhadap peringatan Hari Buruh yang hanya diisi dengan kegiatan hiburan.
Salah satu tuntutan utama adalah agar Presiden Prabowo Subianto segera merevisi Undang-Undang Ketenagakerjaan sesuai dengan amanat Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah menyatakan UU Cipta Kerja cacat formil dan inkonstitusional.
Irsyad menyayangkan langkah pemerintah yang justru merevisi undang-undang lain yang dianggap tidak mendesak, seperti UU TNI dan Polri, sementara revisi UU Ketenagakerjaan belum dibahas.
Oleh karena itu, buruh menuntut DPR dan pemerintah untuk segera merevisi UU Ketenagakerjaan secara partisipatif dan sesuai dengan putusan MK, bukan atas tekanan pihak tertentu.
Selain itu, massa aksi juga mendesak pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) sebagai bentuk keadilan bagi jutaan pekerja rumah tangga yang selama ini rentan terhadap eksploitasi tanpa perlindungan hukum.
Mereka juga menyoroti maraknya kasus korupsi dan menuntut pengesahan RUU Perampasan Aset. Buruh menilai bahwa undang-undang ini penting untuk memberantas korupsi dengan menyita aset para koruptor untuk kepentingan rakyat.
Tuntutan lainnya adalah pengesahan UU transportasi online untuk melindungi hak-hak pekerja ojek online (ojol), transportasi online, dan pekerja aplikasi yang dinilai lebih sebagai pekerja atau buruh daripada sekadar mitra perusahaan teknologi.
Di tingkat lokal, Pemda DIY juga dituntut untuk menghentikan penggusuran yang dilakukan demi proyek-proyek besar seperti program Sumbu Filosofi, dan mengedepankan pembangunan yang lebih inklusif. ***