KabarNusa.com –
Kakao salah satu komoditas ekspor andalan di Indonesia namun mayoritas
petani belum mengantongi sertifikasi makanan atau food sertificate
sehingga hal ini menyebabkan lemahnya daya tawar mereka.
“Daya
tawar ada dalam sebuah sertifikat,” Ketua Panitia Bali International
Cocoa Festival (BICF) atau Festival Kakao Internasional Agung Widiastuti
dalam keterangan resminya, Senin 26 Agustus 2014.
Dicontohkan,
petani kakao di Jembrana yang mengantongi food sertificate akhirnya
mampu menaikkan daya tawar, sehingga produknya terjual di harga premium.
Melihat
fakta itulah, Oxfam NOVIB, Business Watch Indonesia (BWI), Yayasan
Kalimajari, Koperasi Semaya Samaniya bekerja sama dengan Pemerintah
Daerah Kabupaten Jembrana menyelenggarakan Festival Kakao Internasional.
Kegiatan berlangsung pada 28-31 Agustus 2014 di Gedung Kesenian Bung Karno, Jembrana.
Festival
diharapkan menjadi semacam proses berbagi pengalaman antar petani dari
wilayah lain. Bahkan, dia sangat berharap lahir sebuah sikap bersama
untuk kemajuan lebih baik.
“Festival ini pula sebagai upaya
mendekatkan peserta dengan masyarakat penghasil kakao di Jembrana yang
menjadikan tanaman tersebut sebagai sumber pendapatan utama,’
sambungnya.
Apalagi, semakin banyaknya industri kecil yang membutuhkan cokelat lokal dengan original taste maka potensi kakao semakin besar.
“Dalam
festival ini kami ingin bangun wadah, buyer dan komponen Jembrana bisa
hadirkan komitmen kuat untuk kapasitas mereka,” imbuhnya.
Sekretaris
BCIF 2014, Teresia Widianti, menambahkan kegiataan akan meningkatkan
added value petani. Selama ini kondisi petani saat bersatu mampu
mendapatkan akses pasar, tetapi kurang kuat.
“Ini upaya coba
mengundang petani-petani yang belum tahu bahwa kalau menjual ke
tengkulak tidak akan memberikan posisi tawar,” kata dia.
Steering
Committee BCIF 2014, Subaktyanu Dermoredjo menambahkan keberadaan
festival ini sangat penting karena akan mempertemukan petani dengan
pembeli secara langsung. Kesempatan itu dapat memotong rantai distribusi
yang selama ini melewati tengkulak.
Petani kakao. lanjutnya,
belum mendapatkan akses pasar yang maksimal akibat tidak adanya
fasilitas pendampingan serta akses pelatihan.
Kondisi tersebut menyebabkan kapasitas dan kwalitas produksi petani kakao sangat rendah sehingga posisi tawarnya pun rendah.
Rencananya secara resmi akan dibuka oleh Menteri Koperasi dan Usaha Kecil daan Menengah Syarief Hasan.
Dalam
BICF ditampilkan, eksebhisi, konferensi internasional dan workshop
kakao, kuliner cokelat, busines gathering, CSR, serta dimeriahkan
beberapa kegiataan kebudayaan budaya lokal.
Festival ini
rencananya akan dihadiri petani kakao dari Aceh, Lampung, Sulsel, Papua,
serta beberapa petani di NTT, serta delegasi dari Asia seperti Vietnam,
Timor Leste. (rma)