Melampaui Kanvas: Seni Transformatif Sherry Winata Ajak Penonton Jelajahi Dimensi Batin

Pameran seniman Sherry Winata bertajuk “Inner Sacred Alchemy” di Museum Puri Lukisan Ubud, hasil kolaborasi antara museum dengan G3N Project.

20 Juli 2025, 00:03 WIB

Ubud – Kancah seni rupa Indonesia kembali dimeriahkan dengan pameran tunggal seniman multidisiplin Sherry Winata bertajuk Inner Sacred Alchemy yang digelar di Museum Puri Lukisan Ubud.

Pameran ini merupakan hasil kolaborasi antara museum dengan G3N Project, sebuah entitas yang berdedikasi pada pengembangan seni rupa kontemporer.

Dibuka secara resmi oleh Wakil Menteri Kebudayaan RI, Giring Ganesha, pada Minggu, 20 Juli 2025, pameran ini menampilkan 23 karya lukisan Sherry Winata dan dapat dinikmati hingga 10 Agustus 2025.

Menurut GM G3N Project, Andry Ismaya Permadi, keunikan karya Sherry terletak pada penggunaan material yang tidak lazim, seperti batuan, mineral, kristal, resin, dan glitter, di samping cat akrilik atau minyak.

Material-material ini tidak hanya berfungsi sebagai elemen fisik, melainkan juga sebagai mediator energi yang menjembatani manusia dengan semesta.

“Sherry dikenal sebagai sosok unik dalam lanskap seni kontemporer Indonesia. Ia bukan hanya seorang pelukis, tetapi juga penulis, pematung, guru meditasi, penyembuh dengan sound healing, dan praktisi spiritual,” ungkap Andry.

Ia menambahkan bahwa G3N Project, yang didirikan pada tahun 2023, telah beberapa kali bekerja sama dengan Sherry dan bertekad untuk membawa seni rupa Indonesia ke ranah global melalui kolaborasi dengan seniman terkemuka.

Sherry Winata sendiri mengungkapkan bahwa lebih dari empat dekade dirinya telah menekuni perjalanan batin yang mendalam, menggali berbagai tradisi penyembuhan dan kebijaksanaan kuno dari seluruh dunia.

Baginya, melukis adalah proses spiritual yang menyatu dengan jiwanya, menjadi jembatan antara dirinya dan alam semesta untuk menyalurkan energi dari berbagai lapisan kesadaran.

“Saya percaya bahwa keindahan sejati berasal dari dalam diri: dari keberanian untuk menerima diri seutuhnya, termasuk luka, sisi gelap, dan kerentanan,” ujar Sherry.

Karya-karyanya yang memadukan warna, simbol, dan pola intuitif merekam perjalanan batin dan pencarian cinta tanpa syarat. Ia melihat rasa sakit dan emosi negatif sebagai katalis penting dalam proses transformasi diri, menegaskan bahwa seni baginya adalah bentuk doa dan pengabdian untuk membangkitkan kembali suara jiwa.

Kurator pameran, Asmudjo J. Irianto, yang juga dosen Seni Rupa ITB, menyoroti kemampuan Sherry dalam menemukan bahasa visualnya sendiri meskipun tanpa latar belakang seni rupa formal. Karyanya, baik lukisan maupun objek tiga dimensi, muncul dari proses mendalam yang merupakan perpanjangan dari tubuh spiritualnya.

Asmudjo menjelaskan bahwa karya Sherry membuka ruang bagi pengalaman spiritual dalam seni kontemporer yang tidak terikat oleh dogma agama, pasar seni, maupun sejarah seni modern.

“Lukisan-lukisannya menyentuh sisi afektif dan intuitif, mengundang penonton untuk terhubung dengan dimensi terdalam dari dirinya sendiri—melalui warna, gestur, dan resonansi emosi yang mengalir bebas,” kata Asmudjo.

Pameran “Inner Sacred Alchemy” diharapkan tidak hanya menjadi perayaan atas perjalanan kreatif individu, tetapi juga undangan untuk menjelajahi seni sebagai ruang lintas kesadaran, di mana suara hati, intuisi, dan getaran cinta tanpa syarat dapat hidup dan saling menyentuh. Melalui seni dan keheningan, seperti yang diungkapkan Sherry, kita semua dapat kembali merangkai siapa diri kita sebenarnya. ***

Berita Lainnya

Terkini