![]() |
Desa Tenganan Pegringsingan di Kabupaten Karangasem. Ya, desa itu merupakan salah satu desa Bali Aga, yang masih mempertahankan pola hidup dimana tata masyarakatnya secara turun-temurun. |
Kabarnusa.com – Jika ingin melihat bagaimana kehidupan masyarakat Bali yang sesungguhnnya kala itu salah satunya bisa ditemukan di Desa Tenganan Pegringsingan di Kabupaten Karangasem. Ya, desa itu merupakan salah satu desa Bali Aga, yang masih mempertahankan pola hidup dimana tata masyarakatnya secara turun-temurun.
Bagaimana melihat desa nan unik dan syarat dengan religisiutas Hindu itu bisa didapat lewat pemutaran film Bali Tempo Doeloe yang kali ini bertajuk Bioantropologi: Tenganan Pegringsingan Dalam Dua Perspektif.
Program yang telah memasuki seri ketigabelas ini akan diselenggarakan pada Jumat (27/3) di Jl. Prof. Dr. Ida Bagus Mantra No.88A, Ketewel, Gianyar pukul 19.00 WITA.
“Bali Tempo Doeloe seri ini akan mengulas lebih mendalam perihal kehidupan masyarakat Desa Tenganan Pengringsingan berikut perkembangannya di masa kini, baik dalam lingkup kebudayaan, sosial, maupun telaah bidang sains biologi molekuler, khususnya genetika,“ ungkap Vanesa Martida, koordinator program Bali Tempo Doeloe kali ini.
Biolog Prof. Dr. I Ketut Junitha, telah melakukan studi mengenai struktur genetika masyarakat Bali Aga Tenganan Pegringsingan berdasarkan penanda DNA mikrosatelit.
Hasil penelitiannya akan disandingkan dengan kajian sosial mengenai kehidupan masyarakat Desa Tenganan Pegringsingan oleh Prof. Dr. I Gde Parimartha, seorang sejarawan kelahiran Tenganan, Karangasem.
Menurut Junitha, seorang ahli genetika dan membidangi DNA Forensik, perbedaan asal muasal pembentuk suatu masyarakat, keunikan sistem, dan peraturan perkawinan akan memberikan pengaruh terhadap struktur genetik masyarakat tersebut.
Laju mutasi yang tinggi dan sistem perkawinan suatu masyarakat seperti pembatasan perkawinan di Desa Tenganan Pegringsingan menarik untuk diteliti lebih jauh menggunakan penanda DNA mikrosatelit.
Desa Tenganan Pegringsingan merupakan salah satu desa Bali Aga, masih mempertahankan pola hidup dimana tata masyarakatnya mengacu pada awig-awig yang diwariskan nenek moyang secara turun-temurun.
Melalui kegiatan ini diharapkan bisa membuka kesadaran bersama bahwa ada unsur alam, budaya, nilai kultural, dan kenyataan sosial dari Bali yang harus dirawat untuk masa depan,” tambah Vanesa yang juga mahasiswi Jurusan Biologi Universitas Udayana ini.
Selain dialog, akan ditayangkan pula dokumenter tentang desa Tenganan, “Bali et Les Secrets de Tenganan: Une Vier Pour Les Dieux” yang diproduksi tahun 1984. Film berdurasi 58 menit ini digarap oleh TSR (Télévision Suisse Romande) yang dipimpin oleh antropolog Urs Ramseyer dan disutradarai oleh Pierre Barde.
Adapun sebagai narasumber dalam dialog Prof. Dr. I Gde Parimartha, yang merupakan Guru Besar Sejarah Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana dan Prof. DrDrs. I Ketut Junitha, seorang Guru Besar Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. (gek)