Membedah Cerpen “Ngurug Pasih” Karya Gede Putra Ariawan

28 Januari 2016, 04:30 WIB

Kabarnusa.com – Sastrawan I Gede Putra Ariawan dan pemerhati sastra I Gede Gita Purnama akan berbagi pandangannya seputar buku “Ngurug Pasih” yang meraih Hadiah Sastra Rancage tahun 2015.

Dialog sastra terangkum dalam agenda Sandyakala #49 “Seputar Sastra Bali Modern: Ngurug Pasih I Gede Putra Ariawan” ini akan berlangsung Sabtu (30/1) di BBB, Jl. Prof. Ida Bagus Mantra No.88A, Ketewel.

Selain mengulas perihal peranan dan posisi Hadiah Sastra Rancage dalam kehidupan sastra berbahasa Ibu di Indonesia, khususnya sastra Bali modern, Putra Ariawan akan berbagi proses kreatifnya menulis buku kumpulan cerpen “Ngurug Pasih”. 

Putra Ariawan, sastrawan yang pengajar di SMA Negeri 1 Kediri Tabanan, telah menekuni proses penulisan kreatif semenjak menempuh studi di Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Perguruan Tinggi: Undiksha, Singaraja (2006-2010).

“Karya-karyanya berupa puisi, cerpen, opini, dan artikel pendek pernah dimuat di majalah Ekspresi, Satua, dan Bali Post,” sebut pegiat Bentara Budaya Bali Ni Wayan Idayati Kamis (27/1/2016).

Buku perdana yang diterbitkan berupa kumpulan cerpen berbahasa Bali “Ngurug Pasih” (menimbun laut) mendapat penghargaan Sastera Rancage 2015 dari Yayasan Kebudayaan Rancage di Bandung.

“Ngurug Pasih” (Menimbun Laut) terbit 2014 (Pustaka Ekspresi)  memuat 15 cerpen berbahasa Bali: Ajeg Bali, Kekupu, Museum, Engkebang Bulan, Kado, Kode Alam, Ngurug Pasih, Padine Mentik di Tanah Wayah, Pekak Kaung, Sanggah, Car Free Night, Taluh Semuk, Kaliwat Tresna, JKBM, dan Langsung Sing Langsung.

Kelimabelas cerpen dalam buku “Ngurug Pasih” sebagian besar bertema sosial yang menekankan pada satire atas gejala-gejala sosial masyarakat Bali.

“Cerpen Ngurug Pasih menggambarkan penjualan habis tanah-tanah di Bali untuk villa dan bangunan-bangunan pariwisata,: sambung Idayati.

Cerita ini, juga menggambarkan adanya peubahan-perubahan nilai akibat globalisasi, antara menjaga kearifan lokal Bali dengan nilai-nilai baru yang akibat hadirnya pariwisata selama ini.

Pemerhati sastra, I Gede Gita Purnama, tak hanya akan mengulas seputar buku “Ngurug Pasih”, namun juga mempertajam gagasan perihal peranan anugerah sastra Rancage dalam perkembangan sastra Bali modern.

Selain itu, mendorong lahirnya karya-karya sastra berbahasa Ibu, tak terkecuali bahasa Bali.

Selama ini, I Gede Gita Purnama aktif dalam berbagai upaya pelestarian bahasa Bali, termasuk tergabung dalam Aliansi Peduli Bahasa Bali, sebuah organisasi sosial yang bergerak dalam bidang pelestarian dan pengembangan Bahasa Bali.

Adapun dalam dialog sastra serupa sebelumnya yang juga berlangsung di BBB, menghadirkan narasumber kritikus Prof. Dr. Nyoman Darma Putra, M.Litt dan sastrawan Dewa Gede Windhu Sancaya. (gek)

Berita Lainnya

Terkini