Menguak Fakta di Balik Sengkarut Lahan Buyan: PT Sarana Buana Handara Angkat Bicara

PT Sarana Buana Handara (PT SBH), adalah perusahaan yang telah lama berkomitmen pada prinsip keberlanjutan dan pemberdayaan masyarakat.

28 Juni 2025, 11:48 WIB

Denpasar – Kabar simpang siur terkait status lahan di kawasan Buyan belakangan ini menyeruak ke permukaan. Menanggapi isu yang berkembang, PT Sarana Buana Handara (PT SBH), perusahaan yang telah lama berkomitmen pada prinsip keberlanjutan dan pemberdayaan masyarakat, akhirnya angkat bicara untuk meluruskan duduk perkara.

PT SBH menegaskan bahwa kepemilikan Hak Guna Bangunan (HGB) atas lahan tersebut, yang tertuang dalam Sertifikat SHGB No. 44 Tahun 2003, diperoleh melalui proses jual beli yang sah dengan warga pemilik tanah setempat.

Dengan demikian, status lahan bukanlah “Tanah Negara murni,” melainkan “Tanah Negara Bekas Hak” setelah masa berlaku SHGB berakhir.

Status inilah yang menurut PT SBH memberikan dasar hukum kuat bagi mereka untuk mengajukan hak prioritas perpanjangan, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Asep Jumarsa, S.H., M.H., CLA., selaku kuasa hukum PT SBH, dengan tegas menyatakan, “PT SBH memiliki hak prioritas sebagaimana diatur dalam regulasi yang berlaku.

Perlu ditekankan, PT SBH senantiasa membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atas lahan tersebut, sebagai bukti komitmen kami dalam mematuhi aturan dan kewajiban fiskal.”

Ia menambahkan bahwa lahan tersebut juga terus dimanfaatkan sesuai peruntukannya.

“Melalui semangat keberlanjutan, PT SBH bahkan mendukung petani lokal melalui perjanjian pinjam pakai, memastikan lahan tetap produktif dan tidak pernah ditelantarkan,” jelasnya.

Menariknya, Asep Jumarsa membantah adanya konflik antara PT SBH dan warga sekitar.

“Hubungan kami dengan masyarakat tetap harmonis, terutama berkat program CSR Handara yang telah lama memberikan dukungan dan edukasi kepada komunitas lokal,” ujarnya.

Lantas, dari mana permasalahan ini muncul? PT SBH menunjuk pada keberadaan “oknum pelaku usaha glamping ilegal” yang mendirikan operasional tanpa hak di Tanah Buyan.

Oknum tersebut, lanjut Asep, kerap mengatasnamakan Bumdes Pancagiri Kencana. Namun, setelah dikonfirmasi, Bumdes Pancagiri Kencana membantah keterlibatan mereka dalam usaha glamping tersebut.

“Sejak awal, PT SBH telah membuka ruang dialog dan musyawarah.

Namun sayangnya, pihak oknum terus menciptakan narasi yang menyesatkan demi menutupi aktivitas ilegalnya. Karena itu, kami merasa perlu menyuarakan kebenaran ini,” tegas Asep Jumarsa.

Seruan Keadilan dan Transparansi untuk Bali

Mendukung penuh upaya Pemerintah Provinsi Bali dalam menertibkan kegiatan usaha ilegal, PT SBH meminta agar pemerintah juga melakukan penyelidikan mendalam terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam kasus ini.

Hal ini termasuk pemeriksaan keabsahan dokumen, izin usaha, serta bukti kepemilikan atas lahan yang diklaim oleh oknum.

“PT SBH, yang telah berdiri hampir 50 tahun, adalah bagian dari masyarakat Indonesia yang patuh hukum dan aktif mendukung pembangunan wilayah melalui prinsip keberlanjutan,” pungkas perwakilan PT SBH.

Pihaknya percaya bahwa pemerintah daerah akan memberikan perlindungan yang adil bagi seluruh pihak yang berkontribusi nyata terhadap pembangunan Bali, termasuk PT SBH yang telah lama hadir dan berkomitmen membangun bersama.***

Berita Lainnya

Terkini