Menkeu Sri Mulyani: Reformasi Perpajakan Antisipasi Dampak Ketidakpastian Ekonomi Global

“Di masa bonus demografi menjadi momentum reformasi untuk penguatan fondasi dan daya saing dibutuhkan reformasi struktural yang didukung dengan reformasi fiskal yang berkelanjutan,” tutur Menkeu Sri Mulyani.

20 November 2021, 08:02 WIB

Pada tahun 2020, pertumbuhan ekonomi terkontraksi -2,07%, jauh di bawah ekspektasi APBN 5,3%.

“Penerimaan pajak melemah hingga hanya mencapai 8,33% PDB di bawah kondisi rata-rata dalam lima tahun terakhir di angka 10,2%, sementara defisit dan rasio utang meningkat tajam,” sambungnya.

Sampai dengan saat ini, APBN telah bekerja keras untuk menahan agar pemburukan tidak terjadi terlalu dalam.

Menkeu Sri Mulyani: Bayak Tekanan, Berkah Bagi Bali

Karenanya, untuk mengantisipasi dampak pemulihan perekonomian pascapandemi yang masih dibayangi ketidakpastian, reformasi perpajakan yang mendorong sistem perpajakan yang adil, sehat, efektif, dan akuntabel menjadi semakin diperlukan.

“Untuk itulah, UU HPP lahir,” katanya menegaskan. UU HPP sendiri menurut Sri Mulyani adalah suatu bekal untuk meneruskan perjalanan Indonesia maju yang mengalami disrupsi yang luar biasa akibat Covid-19.

Ketua Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Dito Ganinduto, menjelaskan, UU HPP adalah hasil kolaborasi semua pemangku kepentingan. DPR RI melibatkan setidaknya 80 asosiasi, akademisi, organisasi pendidikan dan kesehatan, Himbara, dan banyak lagi untuk didengarkan pendapatnya.

Presiden Jokowi Sebut Pengkritik Sri Mulyani Tak Paham Ekonomi Makro

Setelah UU HPP ini disahkan, DPR RI berkomitmen untuk terus mengawal reformasi yang dilakukan pemerintah dan terus bekerja sama dalam pelaksanaan dan pengawasan UU HPP, sehingga tujuan pembentukan UU untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dapat tercapai.

Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo, mengatakan disebabkan perkembangan ekonomi pascapandemi dan keterbatasan kapasitas administrasi dan kebijakan, pemerintah melalui DJP menyusun materi RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), yang telah berada di program legislasi nasional (prolegnas) dan merupakan Nomor SP- 38/2021 bagian dari tahapan reformasi kebijakan fiskal DJP.

Tidak hanya berisi ketentuan formal tetapi juga ketentuan material, seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Cukai, Pajak Karbon, dan Program Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak.

Trisno Nugroho: Digitalisasi Dorong Ekonomi Sektor Perdagangan termasuk Pasar Tradisional

Pada akhirnya, RUU KUP tersebut disetujui dengan nama RUU HPP dengan beberapa perubahan yang didasarkan pada masukan dari para pemangku kepentingan, seperti perubahan pada ketentuan PPh, PPN, sertamengubah Program Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak menjadi Program Pengungkapan Sukarela (PPS). ***

Artikel Lainnya

Terkini