Menyusuri Akar Budaya Bali Bersama ‘ROOTS’: Sebuah Pameran yang Merangkai Kisah Walter Spies

Pameran "ROOTS" hadir sebagai sebuah eksplorasi mendalam terhadap jejak seniman Jerman kelahiran Rusia, Walter Spies (1895 – 1942).

19 April 2025, 15:43 WIB

Denpasar– Bali pada pada 24 Mei – 14 Juni 2025 akan mendapat kejutan pemeran seni rupa bertaraf dunia yang mengangkat tema Seratus Tahun Walter Spies di Bali.

Pameran yang akan diselenggarakan di ARMA Museum Ubud ini berjudul ROOTS. Pameran Roots ini adalah kelanjutan dari pameran yang telah dibuat sebelumnya yakni bulan Agustus sampai Nopember tahun lalu di Basel Swiss.

Kulturstiftung Basel H. Geiger | KBH.G dengan bangga meyampaikan setelah dipresentasikan di Basel, beberapa bagian dari pameran ROOTS juga akan ditampilkan di Bali. Di balik proyek seni yang sangat luar biasa ini ternyata ada sosok penting yakni seorang penulis, pembuat film, dan kurator ternama Michael Schindhelm.

Setelah sukses memukau publik Basel, sebagian dari pameranROOTS” yang provokatif kini siap menyapa para pecinta seni dan budaya di Bali.

Di balik layar proyek seni yang begitu kaya ini, berdiri sosok visioner Michael Schindhelm, seorang penulis, pembuat film, dan kurator ternama yang piawai merangkai narasi.

PameranROOTS” hadir sebagai sebuah eksplorasi mendalam terhadap jejak seniman Jerman kelahiran Rusia, Walter Spies (1895 – 1942).

Pengaruh Spies bagaikan urat nadi yang masih berdenyut kuat dalam lanskap budaya Bali modern. Lebih dari sekadar pameran, “ROOTS” bertujuan untuk menelusuri warisan abadi Spies, sembari menyelami dinamika pascakolonial pulau ini selama seabad terakhir.

Jantung dari pameran ini adalah Villa Iseh, sebuah mahakarya arsitektur yang dibangun Spies pada tahun 1937 di Karangasem.

Dahulu kala, villa ini menjadi oase bagi Spies, namun kemudian bertransformasi menjadi destinasi peristirahatan bagi para pesohor dunia, mulai dari David Bowie, Yoko Ono, hingga Mick Jagger.

Namun, “ROOTS” tidak hanya berkutat pada nostalgia masa lalu. Pameran ini juga berani mengangkat isu-isu krusial masa kini, seperti pariwisata massal, degradasi lingkungan, dan pergulatan identitas budaya di tengah arus globalisasi Bali.

Pengunjung akan terpukau dengan karya-karya Made Bayak, seorang pelukis Bali yang dengan berani menyuarakan perjuangan masyarakat lokal dalam mempertahankan akar budayanya di tengah gempuran modernitas.

Tak ketinggalan, sentuhan grafis Gus Dark akan menambah dimensi visual yang kuat dalam pameran ini.

Bersinergi dengan instalasi dan cuplikan film, keduanya akan membawa pengunjung menelusuri momen-momen penting dalam sejarah Bali, termasuk tragedi kemanusiaan tahun 1965.
Sebuah suguhan istimewa menanti: cuplikan film dokumenter fiksi “ROOTS” karya Michael Schindhelm.

Film ini menghadirkan Walter Spies sebagai entitas yang hadir dalam lanskap Bali kontemporer. Melalui interaksi dengan seniman dan tokoh-tokoh penting Bali saat ini, “hantu” Spies berdialog dengan warisan budayanya sendiri dan merenungkan dampak abadi peradaban Barat di pulau dewata.

Pengunjung akan diajak dalam perjalanan spiritual melintasi Bali masa kini, tepat 99 tahun setelah kedatangan pertama sang pelukis.

ROOTS” bukan sekadar pameran, melainkan sebuah penghormatan terhadap warisan Spies yang penuh misteri. Kisahnya dirajut dengan apik ke dalam narasi kontemporer Bali, mengeksplorasi kompleksitas pertukaran budaya yang tak lekang oleh waktu.

Kehadiran penari Dewa Ayu Eka Putri, musisi Putu Tangkas Adi Hiranmayena, koreografer kelas dunia Wayan Dibia, pendiri Museum ARMA Agung Rai, dan sederet kolaborator seniman Bali lainnya akan menghidupkan kembali semangat Spies dalam ruang pameran.

Tahun 1923 menjadi titik balik dalam hidup Walter Spies. Meninggalkan Eropa, ia berlayar menuju eksotisme Hindia Belanda, mencari inspirasi artistik di dunia yang baru. Meskipun jejaknya sebagai seniman sangat signifikan, namanya perlahan tergerus dari ingatan kolektif Barat.

Lahir di Moskow pada tahun 1895 dan wafat tragis di perairan Sumatra pada tahun 1942, warisan Spies justru menemukan keabadian di Bali, seabad setelah kedatangannya.

Masyarakat Bali bahkan menganggapnya sebagai pionir modernisme di pulau yang kaya akan tradisi ini. Di bawah pengaruh seni Bali yang meresap dalam jiwanya, Spies mengalami transformasi artistik yang mendalam.

Meskipun pernah menggelar pameran di Berlin dan Dresden, serta menjalin persahabatan dengan tokoh-tokoh ternama seperti Oskar Kokoschka, Otto Dix, Friedrich Murnau, Margaret Mead, dan Charlie Chaplin, reputasi Spies di tanah kelahirannya tak sebanding dengan penghormatan ia terima di Bali.

Michael Schindhelm menegaskan, “Pameran dan film dokumenter ‘ROOTS’ harus dipahami sebagai proyek memori kolektif yang menggali aspek krusial dalam sejarah pascakolonial Bali: pengaruh budaya modern Barat terhadap tradisi luhur Bali.

Kisah hidup Walter Spies yang penuh liku di Bali dan dampaknya terhadap transformasi pulau ini menjadi destinasi wisata global dapat kita pahami sebagai ‘warisan bersama’.

Melalui kehadiran tokoh-tokoh budaya Bali masa kini dalam ‘ROOTS’, kami berupaya menempatkan warisan Spies dalam konteks sejarahnya dan sekaligus memahami signifikansinya bagi perkembangan Bali saat ini.”

Film dokumenter fiksi “ROOTS” akan diputar di berbagai lokasi di Bali mulai 21 Mei hingga 14 UJuni. Rangkaian pemutaran ini akan ditutup dengan acara khusus dan pemberian penghargaan bagi para pelajar pemenang kompetisi ulasan film pada 14 Juni di Museum ARMA.***

Berita Lainnya

Terkini