Kabarnusa.com – Nenek Ni Wayan Wineng (90) warga miskin di Banjar Kebon, Kelurahan Baler Bale Agung, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana, Bali divonis menderita kanker kulit. Bukannya mendapat bantuan dia justru dicoret sebagai penerima raskin.
Nenek Wineng ini hidupnya penuh penderitaan. Wajahnya penuh luka basah dan terus melebar, membuat mata kanannya buta.
Dengan kondisi itu dia hanya bisa pasrah karena tidak memiliki biaya untuk berobat. Jangankan untuk berobat, untuk makan sehari-hari saja kesusahan.
Sejak lama, telah dicoret dari penerima beras miskin (raskin). Dia tetap bersyukur karena gubuknya yang sebelumnya reot dan compang camping sudah diperbaiki oleh Komunitas Relawan Jembrana (KRJ) yang bekerjasama dengan Komunitas Taman Hati belum lama ini.
“Nenek saya sejak lama memang dijanjikan bedah rumah oleh pemerintah, tapi kenyataannya bantuan itu belum terima. Hanya di survey dan di photo-photo saja,” ujar Luh Kartini keponakan yang merawat Wineng, Selasa 7 April 2015.
Menurut Kartini, dia tidak mengerti, kenapa neneknya tidak lagi mendapatkan raskin. Padahal neneknya tergolong keluarga miskin.
Saat Bupati Jembrana Putu Artha menjenguk Wineng, tim medis/kesehatan diminta rutin mengecek kondisi kesehatan Wineng, namun sudah cukup lama tidak pernah dikunjungi oleh tenaga medis.
Usai dikunjungi bupati, pernah ada perawat pernah mengunjungi neneknya. Nmun setelah itu tidak pernah lagi.
“Jadinya, kami merawat seadanya dan terkadang relawan yang datang ke sini untuk membersihkan lukanya,” tutur Kartini.
Guna berobat ke rumah sakit atau puskesmas katanya Wineng sudah tidak kuat dan terkadang tidak mau. Sehingga mereka juga hanya merawat dengan seadanya.
Kepala Lingkungan Kebon, Baler Bale Agung, Kecamatan Negara Made Umbara Wirabuana dikonfirmasi, mengatakan untuk di lingkungan Kebon yang masuk dalam buku merah hanya 19 orang.
Hanya saja, Wineng dan keponakannya Mudita tidak masuk dalam daftar BPS sehingga tidak berhak menerima raskin.
Kata dia, jika melihat kondisi yang ada, data BPS tidak sinkron dan tidak tepat sasaran, dalam kenyataan semestinya yang berhak menerima tidak dapat, harusnya pusat/BPS mencari data berkoordinasi dulu dengan desa/kelurahan atau kepala lingkungan.
“Kalau kami paksanakan juga memberikan dan namanya tidak terdaftar kami tidak berani,” jelasnya.(dar)