Badung – Tindakan tegas kembali diambil oleh Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar. Seorang warga negara asing (WNA) asal Swiss, berinisial MAS (39), dideportasi karena pelanggaran aturan imigrasi dan gangguan ketertiban umum di Bali.
Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Imigrasi Bali, di bawah kepemimpinan Parlindungan, untuk menjaga keamanan dan ketertiban di wilayahnya, sesuai dengan ketentuan Pasal 75 Ayat 1 Jo 78 ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Pelanggaran terhadap Pasal 75 ayat (1) jo. 78 ayat (3) UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian memicu tindakan deportasi ini.
Pasal 75 ayat (1) memberi Imigrasi wewenang menindak WNA yang membahayakan keamanan atau melanggar hukum.
Gede Dudy Duwita, Kepala Rudenim Denpasar, mengungkap bahwa MAS dilaporkan Satpol PP Denpasar akhir Juni 2024 karena menggelandang dan menerobos rumah warga.
Ketika diinterogasi, MAS memberikan jawaban yang tidak koheren, menyatakan misinya untuk menyelamatkan dunia. Ia juga menunjukkan perilaku emosional yang labil, sering menangis, bernyanyi, dan mengungkapkan keinginannya untuk bebas.
Karena kondisinya, Satpol PP Denpasar dan petugas Puskesmas Densel III menyerahkan MAS ke RSUP Prof. Dr. Ngoerah. Di sana, ia menjalani perawatan selama sebulan, meninggalkan tagihan hampir 33 juta Rupiah.
Setelah dinyatakan layak pulang oleh pihak medis, MAS diserahkan ke Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar pada 24 Juli 2024 untuk diproses lebih lanjut sesuai dengan peraturan keimigrasian.
MAS tiba di Indonesia pada 11 April 2024 dengan Visa on Arrival (VOA) yang berlaku hingga 10 Mei 2024. Selain mengganggu ketertiban umum, ia juga overstay selama 73 hari. Pada 24 Juli 2024, Imigrasi Denpasar memindahkannya ke Rudenim Denpasar untuk deportasi.
Selama di detensi, MAS kembali dirawat di RSUP Prof. Dr. Ngoerah selama 45 hari. Pada 11 Oktober 2024, deportasi terkendala karena MAS menolak naik pesawat akibat kondisi yang tidak stabil.
Karena penolakan naik pesawat, deportasi MAS ditunda. Ia kembali didetensi dan dirawat di RSJ Bangli. Setelah 232 hari detensi, termasuk 142 hari di RSJ Bangli, MAS yang didiagnosis Skizoaffective disorder-mixed type berhasil dideportasi ke Jenewa pada 13 Maret 2025.
Deportasi dilakukan dengan pengawalan ketat dan tim medis dari Swiss. MAS diusulkan masuk daftar penangkalan Imigrasi. Rudenim Denpasar menegaskan komitmen penegakan hukum imigrasi dan menjaga keamanan Bali.
Dudy menekankan pentingnya kerjasama dengan Kedutaan Besar Swiss dalam keberhasilan deportasi MAS. Koordinasi yang kuat antara Rudenim Denpasar, Kedutaan, dan tim medis memungkinkan deportasi berjalan lancar, meskipun kondisi kesehatan MAS memerlukan perhatian khusus.
Deportasi ini bukan hanya penegakan hukum, tetapi juga pesan jelas bagi WNA lain untuk menghormati aturan imigrasi Indonesia. Sesuai UU Keimigrasian, penangkalan dapat diterapkan sesuai penilaian Direktorat Jenderal Imigrasi. ***