Yogyakarta – Koordinator Majelis Pekerja dan Buruh Indonesia DIY, Irsad Ade Irawan menilai kenaikan PPN menjadi 12 persen akan berdampak langsung pada harga barang dan jasa yang semakin mahal sehingga bisa memperburuk ekonomi.
Pemerintah yang berencana menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025 hingga kini masih mendapatkan penolakan dari masyarakat.
Apalagi, di tengah upah yang minim semakin memperparah kondisi ekonomi masyarakat kecil dan buruh.
Di sisi lain, kenaikan upah minimum yang mungkin hanya berkisar 1%-3% tidak cukup untuk menutup kebutuhan dasar masyarakat.
Akibatnya, daya beli masyarakat dikhawatirkan merosot, dan dampaknya menjalar pada berbagai sektor ekonomi yang akan terhambat dalam upaya mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8%.
“Kenaikan PPN umumnya bersifat regresif, yaitu lebih membebani masyarakat dengan pendapatan rendah,” tandas Irsad Ade Irawan dalam keterangannya Selasa 24 Desember 2024.
Apalagi, buruh yang umumnya bergantung pada penghasilan tetap yang rendah (upah minimum), akan merasa lebih sulit menghadapi kenaikan harga akibat PPN yang lebih tinggi.
“Jadi intinya ini beban ekonomi yang sangat berat,” katanya menegaskan.
Dengan meningkatnya harga barang kebutuhan pokok seperti makanan, transportasi, dan barang sehari-hari akan sangat terasa memberatkan bagi buruh dengan penghasilan terbatas.’
Terhadap kenaikan harga yang disebabkan oleh PPN 12 persen tersebut disebut berisiko menurunkan kualitas hidup buruh.
“Ini karena mereka harus mengalokasikan lebih banyak uang untuk membeli barang dan jasa yang sehari-hari dibutuhkan oleh buruh dan keluarganya,” dalihnya.
Jika kenaikan PPN tersebut pada umumnya masyarakat utamanya para buruh/pekerja tidak bisa merasakan dampaknya.
“Meski kenaikan PPN bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara, buruh umumnya tidak merasakan dampaknya secara langsung dalam bentuk peningkatan kesejahteraan atau fasilitas yang mereka terima. Sebaliknya, buruh justru akan merasakan dampak negatif dari kenaikan harga barang dan jasa,” ujarnya.
Pemerintah diminta, salah satunya sebelum memasuki tahun 2025, segera merevisi UMP, UMSP, UMK, UMSK 2025 dengan kenaikan minimal 20%, untuk meningkatkan daya beli masyarakat.
Bersamaan dengan itu, Pemerintah kemudian membatalkan kenaikan PPN 12 persen.
“Serta meningkatkan rasio pajak dengan cara memperluas jumlah wajib pajak dan meningkatkan penagihan pajak pada korporasi besar dan individu kaya. _Tax the rich, not the poor,” pungkas Irsad Ade Irawan. ***