MPSI: Cabut PSN PIK 2 Belum Cukup, Harus Pulihkan Ekologis dan Sosial Pesisir Tangerang

20 Oktober 2025, 14:13 WIB

Jakarta – Direktur Merah Putih Stratejik Institut (MPSI), Noor Azhari, menilai bahwa langkah pemerintah mencabut status Proyek Strategis Nasional (PSN) Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 merupakan sinyal positif terhadap keberanian negara menegakkan prinsip keadilan ekologis.

Namun, menurutnya, langkah tersebut tidak cukup bila tidak disertai dengan reformasi tata kelola sumber daya alam (SDA) dan agraria secara menyeluruh, serta pemulihan kondisi ekologis dan sosial masyarakat pesisir Tangerang yang telah terdampak.

“Pencabutan PSN PIK 2 memang simbol keberanian politik, tetapi harus dilanjutkan dengan rekonstruksi ekologis dan sosial di wilayah pesisir. Negara tidak boleh berhenti pada level administratif, melainkan wajib memulihkan hak-hak ekologis dan sosial masyarakat,” tegas Noor Azhari dalam paparanya pada diskusi publik bertajuk “Merdeka dari Cengkeraman Kartel” yang diselenggarakan Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas Trilogi Jakarta, Senin (20/10).

Ia menjelaskan, proyek PIK 2 sejak awal telah menimbulkan kerusakan ekologis dan ketimpangan sosial di kawasan pesisir utara Tangerang, termasuk hilangnya wilayah tangkap nelayan tradisional, rusaknya ekosistem mangrove, serta berubahnya fungsi ruang publik pesisir menjadi kawasan privat yang dikuasai korporasi besar.

“Langkah pencabutan PSN harus dijadikan momentum untuk reformasi tata kelola SDA dan agraria sebagaimana amanat Pasal 33 UUD 1945, UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH), serta UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA) yang menegaskan fungsi sosial tanah dan kewajiban negara mengatur pemanfaatan ruang untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”, tegasnya.

Menurutnya, keadilan ekologis tidak akan terwujud tanpa keadilan agraria.

“Pemerintah harus mengembalikan fungsi ekologis pesisir Tangerang melalui restorasi mangrove, rehabilitasi lahan tambak rakyat, dan redistribusi ruang kelola untuk nelayan dan masyarakat lokal,” ujar Noor.

Ia menambahkan, pencabutan status PSN PIK 2 perlu diikuti dengan langkah konkret berupa audit lingkungan, penegakan hukum terhadap pelanggaran reklamasi ilegal, serta penyusunan tata ruang pesisir baru yang berbasis prinsip keberlanjutan dan partisipasi masyarakat.

“Negara perlu menunjukkan bahwa keberanian politik bukan sekadar membatalkan proyek, tetapi mengembalikan kedaulatan rakyat atas ruang hidupnya. Reformasi SDA harus menjadi gerakan moral dan politik untuk memastikan sumber daya alam tidak lagi dikuasai oleh segelintir korporasi, melainkan dikelola untuk kemakmuran rakyat,” tandasnya.

Noor Azhari menilai, langkah ini juga sejalan dengan arah Reformasi Tata Kelola SDA menuju Indonesia Berdaulat, di mana pemerintah dituntut untuk memperkuat regulasi yang berpihak pada rakyat.

“Tindak tegas semua mafia SDA, dan kementerian teknis harus membuka transparansi data izin, serta memberdayakan masyarakat dan pemuda sebagai pelaku utama perubahan”, pungkasnya.***

Berita Lainnya

Terkini