MPSI Nilai Program Pelatihan Disiplin ala Militer Gagasan Gubernur Dedi Mulyadi Terobosan Bagus

5 Mei 2025, 07:10 WIB

Jakarta – Direktur Merah Putih Stratejik Institut (MPSI), Noor Azhari, menilai positif program pelatihan disiplin dan pembentukan karakter bagi pelajar bermasalah yang digagas Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.

Program yang memanfaatkan fasilitas markas militer sebagai tempat pelatihan ini dinilainya sebagai terobosan strategis, tepat sasaran, dan mencerminkan tanggung jawab Pemerintah Daerah dalam menjalankan kewenangan konkuren yang diatur dalam Undang-Undang.

Menurut Noor, program tersebut merupakan manifestasi nyata tanggungjawab Pemerintah Daerah dalam menjalankan konstitusi.

“Pasal 12 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang menyebutkan bahwa urusan wajib pelayanan dasar meliputi pendidikan, ketertiban umum, dan perlindungan masyarakat”, katanya dalam keterangan tertulisnya.

Menurutnya, Gubernur Dedi Mulyadi tidak hanya berpikir normatif, tapi responsif dan progresif.

“Ini bentuk nyata negara hadir dalam menyelamatkan masa depan generasi muda,” tegas Noor Azhari.

Lanjutnya, berdasarkan data Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat tahun 2024, 34,2% pelajar SMA/SMK mengaku pernah terlibat perilaku menyimpang seperti tawuran, bullying, hingga penyalahgunaan media sosial. Selain itu, 25,7% pelajar menyatakan minim perhatian dari keluarga dan sekolah, dan angka putus sekolah di Jawa Barat masih 3,8%, tertinggi di Pulau Jawa.

“Data ini bicara. Kita tidak bisa lagi andalkan pendekatan konvensional. Butuh intervensi karakter yang terukur,” lanjut Noor.

Dalam pandangannya, pelibatan markas militer bukan bentuk militerisasi sipil, melainkan upaya pembinaan karakter yang dijalankan secara edukatif dan sesuai prinsip hak asasi manusia.

“Kolaborasi antara pemerintah daerah, TNI, psikolog pendidikan, dan tokoh masyarakat adalah contoh sinergi multisektor yang diperlukan dalam menghadapi kompleksitas masalah remaja”, tandasnya.

Ia menegaskan, program pembinaan pelajar nakal ini bukan tentang militerisasi pelajar.

“Tapi tentang membentuk kedisiplinan yang mulai hilang dalam sistem pendidikan kita. Gubernur Dedi Mulyadi berani tampil beda”, ujarnya.

Ia juga menambahkan bahwa kebijakan ini sejalan dengan Permendagri Nomor 12 Tahun 2023 tentang Tata Kelola Urusan Pemerintahan Umum, yang mendorong kepala daerah mengembangkan program ketertiban sosial.

“Selama memiliki SOP yang ketat, ada pendampingan psikologis, dan partisipasi publik, maka secara regulatif dan substantif program ini sah-sah saja,” tambahnya.

Noor mendorong agar program ini tak sekadar jadi respons jangka pendek, tetapi dibangun dengan desain keberlanjutan. Ia menyarankan pemerintah provinsi membentuk unit khusus monitoring dan evaluasi, serta menyusun standar asesmen bagi siswa yang akan mengikuti pelatihan.

“Intinya bukan menghukum, tapi mendidik. Ini bukan bootcamp kekerasan, tapi kamp pembinaan karakter,” tegasnya.

Noor mendukung bahwa program ini dapat dijadikan model nasional untuk direplikasi di provinsi lain yang menghadapi tantangan serupa.

“Kalau ini berhasil di Jawa Barat, maka sudah waktunya pemerintah pusat mengadopsi pendekatan serupa sebagai kebijakan nasional dalam membina remaja bermasalah. Ini sinergi antara pendidikan dan ketertiban sosial yang saling menguatkan,” pungkasnya.***

Berita Lainnya

Terkini