Nekat di Zona Maut: 20 Pendaki Ilegal Merapi Terancam ‘Blacklist’ Gunung Se-Indonesia

Muhammad Wahyudi, Kepala Balai TNGM, menyatakan Gunung Merapi masih menunjukkan aktivitas vulkanik tinggi, sehingga sangat berbahaya untuk pendakian

16 April 2025, 15:56 WIB

Sleman-Minggu dini hari, ketika sunyi masih membungkus lereng-lereng Merapi yang terlarang, aroma nekat menyeruak dari jalur pendakian New Selo, Boyolali. Dua puluh jiwa, terbuai oleh ilusi petualangan, dengan pongah menantang garis batas yang telah ditetapkan alam dan penjaganya.

Mereka menyelinap memanfaatkan gelap dan lengahnya mata petugas Balai Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM), sebuah tindakan yang kini berbuah getir.

Merapi, sang gunung yang gagah perkasa di perbatasan Yogyakarta dan Jawa Tengah, masih memendam amarahnya.

Sejak 2018, aktivitas vulkaniknya terus mengintai, memaksa penutupan total jalur pendakian dan menetapkan status Siaga (Level III) yang tak bisa dianggap remeh. Namun, peringatan itu seolah angin lalu bagi para pendaki ilegal ini.

Gunung Merapi masih menunjukkan aktivitas vulkanik tinggi, sehingga sangat berbahaya untuk pendakian,” tegas Muhammad Wahyudi, Kepala Balai TNGM, pada Rabu (16/4/2025), suaranya sarat akan kekecewaan dan peringatan.

Ironisnya, aksi nekad ini terendus sebagai sebuah operasi terorganisir. Mereka membuka “open trip” ilegal, menjaring anggota grup media sosial untuk bersama-sama menapaki zona berbahaya.

Sebuah kesombongan yang membahayakan diri sendiri dan berpotensi mengancam keselamatan banyak pihak.

Jejak mereka terkuak pada Minggu subuh (13/4/2025), sekitar pukul 05.00 WIB. Belasan sepeda motor, sejumlah 12 unit, terparkir mencurigakan di kawasan New Selo yang seharusnya lengang dari aktivitas wisata.

Kecurigaan petugas Resor Pengelolaan TN Wilayah Selo sontak menguat, menyadari bahwa jejak roda itu pasti mengarah pada pendaki-pendaki gelap yang berani menantang Merapi.

Laporan sigap sampai ke telinga Kepala Balai TNGM, yang langsung menginstruksikan tindakan cepat. Sinergi aparat Polsek dan Koramil Selo terjalin, membentuk tim gabungan yang bergerak bagai bayangan di antara pepohonan.

Mereka memergoki para pendaki ilegal yang dengan sengaja memilih waktu dini hari, pukul 02.00 WIB, berharap sunyi dan lelapnya penjaga alam menjadi tameng bagi aksi mereka.
Kabar buruk pun menghampiri keluarga para pendaki.

Telepon berdering, menyampaikan fakta pahit bahwa anak-anak mereka tidak sedang mendaki Gunung Andong yang menjadi alibi, melainkan tengah berjuang di jalur terlarang Merapi. Sebuah kebohongan yang menambah pedih kekecewaan.

Kini, konsekuensi membayangi. Selain permintaan maaf terbuka di media sosial sebagai langkah awal, ancaman sanksi yang lebih berat telah mengemuka.

“Tapi karena pendaki ilegal itu ternyata ada yang Mapala mungkin kita akan sanksi dengan blacklist untuk tidak mendaki dalam beberapa waktu di semua gunung yang ada di Indonesia,” ungkap Wahyudi, menyiratkan ketegasan bahwa pelanggaran ini tidak akan dianggap remeh. Sanksi mendidik lain seperti penanaman pohon di kawasan konservasi Merapi juga menjadi pertimbangan.

Harapan membuncah dari pihak TNGM agar sanksi yang kelak dijatuhkan mampu memberikan efek jera yang mendalam.

Surat pernyataan untuk tidak mengulangi perbuatan serupa menjadi janji tertulis yang harus mereka torehkan. Namun, Wahyudi menegaskan, “Namun jika nanti mengulang kembali berarti nanti kita akan menyerahkan sepenuhnya permasalahan ini kepada pihak yang berwajib yaitu kepolisian.”

Hingga detik ini, gerbang pendakian Merapi masih tertutup rapat, termasuk jalur New Selo dan Sapuangin yang berada dalam radius 3 kilometer berbahaya dari kawah.

Kisah 20 pendaki ilegal ini menjadi pelajaran pahit, bahwa keangkuhan di hadapan alam yang murka hanya akan berujung pada penyesalan dan potensi sanksi yang tak hanya mengikat kaki, namun juga mencoreng nama baik di rimba gunung Indonesia. ***

Berita Lainnya

Terkini