Jakarta – Direktur Eksekutif Nusantara Parameter Index (NPI), Murmahudi, angkat suara menanggapi narasi keliru yang menyebut aksi buruh sebagai penghambat investasi. Ia menyentil pernyataan seorang pengamat investasi yang justru menyudutkan buruh atas aksi solidaritas terhadap pemecatan sepihak dua pengurus serikat pekerja,mengatakan PT Yamaha Music Manufacturing Asia (YMMA), yakni Slamet Bambang Waluyo dan Wiwin Zaini Miftah.
“Pandangan bahwa buruh yang menyuarakan hak-haknya dianggap menghambat investasi adalah keliru besar dan justru merusak iklim demokrasi di lingkungan industri,” tegas Murmahudi, Jumat (11/7).
Ia menilai narasi semacam ini tak hanya bias, tapi juga berpotensi mengkriminalisasi gerakan buruh yang sah menurut konstitusi dan UU Ketenagakerjaan.
“Aksi buruh adalah bagian dari kontrol sosial dan perwujudan demokrasi industrial. Negara ini bukan negara investor semata, tapi negara hukum,” ujarnya.
Yang lebih disayangkan, menurut Murmahudi, muncul indikasi bahwa pengamat investasi yang menyudutkan buruh tersebut ternyata memiliki konflik kepentingan.
“Setelah ditelusuri, pengamat yang dimaksud berinisial ZI yang juga diketahui merupakan konsultan pihak manajemen YMMA. Ini tentu sangat tidak etis jika kemudian dia tampil di ruang publik seolah netral padahal berkepentingan langsung,” jelasnya.
Murmahudi menambahkan, ZI merupakan anak dari seorang mantan duta besar, sehingga publik patut kritis terhadap posisi dan pengaruh sosial-politik di balik narasi tersebut.
“Kita tidak sedang bicara soal personal, tapi soal integritas dan etika profesional dalam memberi komentar di isu sensitif hubungan industrial,” imbuhnya.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa langkah pemecatan terhadap Ketua dan Sekretaris PUK SPEE FSPMI YMMA patut diuji secara hukum karena diduga melanggar UU Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
“Dalam Pasal 28 dan Pasal 43 UU tersebut sangat jelas, bahwa tindakan pemberangusan serikat pekerja (union busting) adalah tindak pidana. Maka, pemutusan hubungan kerja yang menimpa pengurus serikat wajib ditelusuri apakah mengandung unsur pemberangusan serikat,” jelasnya.
Murmahudi berharap, persoalan ini tidak menjadi preseden buruk di dunia hubungan industrial Indonesia.
“Kami berharap ada ruang dialog yang jujur dan adil. Jangan sampai relasi industrial diwarnai praktik intimidatif dan manipulatif yang akan mencoreng wajah investasi itu sendiri. Negara harus hadir membela hukum, bukan tunduk pada tekanan modal,” pungkasnya.***