Yogyakarta– Suasana di internal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mendidih setelah terbitnya surat pemecatan kontroversial terhadap Ketua Umum PBNU, KH. Yahya Kholil Staquf (Gus Yahya), pada 25 November 2025.
Keputusan mengejutkan ini disinyalir dipicu oleh isu sensitif, mulai dari dugaan undangan terhadap tokoh yang terhubung dengan jaringan Zionisme internasional dalam acara kaderisasi, hingga persoalan krusial mengenai tata kelola keuangan organisasi.
Menyikapi potensi perpecahan yang mengancam organisasi keagamaan terbesar di Indonesia ini, Musyawarah Besar (Mubes) Nahdliyin Yogyakarta mengambil sikap tegas dengan mengeluarkan seruan penting.
Ketua Mubes Nahdliyin Yogyakarta, Zuhdi Abdurrahman, pada Jumat (28/11/2025), mendesak seluruh pemegang mandataris muktamar PBNU untuk segera mengambil langkah konkret.
“Kami mengajak seluruh pemegang mandataris muktamar memohon kepada jajaran syuriah dan tanfidziyah untuk silaturahmi dan mengedepankan tabayyun dalam mengelola persoalan jamiyah,” ujar Zuhdi.
Zuhdi dengan lantang menegaskan perbedaan pandangan dalam organisasi harus dikelola dengan “adab kesantrian” dan diselesaikan melalui mekanisme musyawarah yang dipimpin oleh kearifan syuriah.
Ia menolak keras upaya saling meniadakan satu sama lain, menggarisbawahi amanat muqaddimah qanun asasi jam’iyah untuk menggalang persatuan hati.
Selain itu, ia menekankan pentingnya menegakkan nilai-nilai fundamental khittah NU—tawasuth (moderat), tawazun (seimbang), i’tidal (adil), dan tasamuh (toleran)—untuk menyelesaikan krisis internal ini.
“Keadilan harus ditegakkan di dalam struktur organisasi sebelum kita bicara keadilan untuk bangsa. Tidak boleh ada dominasi satu organ atas organ lainnya yang melanggar prinsip kolektif, kolegial, dan keorganisasian,” tegasnya.
Poin krusial lain yang disuarakan Nahdliyin Yogyakarta adalah penolakan tegas terhadap segala bentuk kooptasi dan intervensi politik eksternal yang berupaya menjadikan NU sebagai alat kekuasaan.
“NU harus berdaulat secara politik dan bagian dari civil society yang kritis dan bermartabat, bukan menjadi stempel kepentingan politik praktis yang mereduksi kesakralan organisasi yang dijalankan berdasarkan kepemimpinan ulama dan nilai-nilai keulamaan,” tandas Zuhdi.
Di akhir seruannya, Zuhdi mengingatkan PBNU agar tidak melupakan tugas utamanya: fokus pada persoalan warga NU di tingkat akar rumput.
“Perhatian terhadap jelata-jelata nahdliyin harus menjadi prioritas,” pungkasnya.
Sebagai informasi, pemecatan Gus Yahya merujuk pada Surat Edaran PBNU Nomor 4785/PB.02/A.II.10.01/99/11/2025 yang ditandatangani oleh Wakil Rais Aam KH. Afifuddin Muhajir, Katib Syuriah, dan KH. Tajul Mafakhir.***

