Badung – Arsitektur pasar keuangan global sedang ditulis ulang, dan Indonesia, melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK), siap memimpin babak baru ini.
Di hadapan regulator dan pakar global, OJK menegaskan komitmennya untuk tidak hanya mengikuti, tetapi juga membentuk gelombang raksasa keuangan digital dan tokenisasi aset yang diperkirakan akan melesat hingga $18,9 triliun AS pada tahun 2033.
Pernyataan visioner ini disampaikan Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Mirza Adityaswara, dalam ajang bergengsi OECD Asia Roundtable on Digital Finance 2025 di Bali.
Mirza Adityaswara menekankan bahwa perkembangan teknologi mutakhir, termasuk Kecerdasan Artifisial (AI) dan tokenisasi, bukan lagi fantasi masa depan, melainkan “realitas saat ini”.
Data global mengindikasikan bahwa Asia Pasifik adalah pusat gempa pertumbuhan, siap menyambut laju tahunan (CAGR) lebih dari 21 persen di sektor tokenisasi.
Fenomena ini menawarkan peluang kepemilikan aset fraksional yang selama ini tak terjangkau, membuka pintu investasi bagi masyarakat luas dengan ambang batas yang jauh lebih rendah.
“Perkembangan teknologi, termasuk AI dan tokenisasi, bukan lagi wacana masa depan, melainkan realitas saat ini yang membentuk kembali arsitektur pasar keuangan global,” — Mirza Adityaswara.
Menyadari potensi besar sekaligus risiko yang menyertai, OJK mengambil langkah proaktif di garis depan regulasi.
Di Indonesia, OJK telah secara konkret menguji model bisnis tokenisasi aset nyata seperti emas, properti, dan Surat Berharga Negara melalui regulatory sandbox.
Beberapa model bisnis telah berhasil lulus, menunjukkan antusiasme pasar yang membara terhadap revolusi ini.
Namun, pertumbuhan harus berjalan beriringan dengan keamanan. Kepala Eksekutif Pengawasan Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto (IAKD) OJK, Hasan Fawzi, menegaskan misi utama regulator:
“Kita perlu terus mendorong inovasi yang bertanggung jawab yang mampu menyeimbangkan pertumbuhan dengan pelindungan konsumen, integritas pasar dan stabilitas sistem keuangan.” — Hasan Fawzi.
Forum di Bali ini menjadi panggung strategis untuk memperkuat kolaborasi OJK dengan mitra global utama, yaitu Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dan Financial Services Commission (FSC) Korea.
Kemitraan ini kini diperluas untuk mendalam topik krusial seperti Distributed Ledger Technology (DLT), tokenisasi, dan mata uang digital bank sentral (CBDC).
Kehadiran lebih dari 40 perwakilan regulator, pelaku industri, dan pakar global menegaskan posisi Indonesia sebagai jangkar penting dalam dialog keuangan digital Asia.
Melalui kerja sama yang berkelanjutan, OJK optimis akan terciptanya masa depan keuangan digital yang aman, adaptif, tangguh, dan inklusif, memastikan revolusi teknologi ini benar-benar memberikan manfaat nyata bagi seluruh lapisan masyarakat.

