Motamasin – Jalur setapak tersembunyi yang membelah area persawahan dan ladang jagung di perbatasan Motamasin, Nusa Tenggara Timur NTT yang selama ini dikenal sebagai “pintu bayangan”, kini menjadi sasaran operasi gabungan.
Jalur tak resmi ini kerap digunakan sebagai akses keluar-masuk tak tercatat yang kini menjadi fokus utama instansi negara dalam mengamankan perbatasan.
Pada Kamis, 14 Agustus 2025, Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Motamasin Nusa Tenggara Timur NTT menjadi pusat koordinasi untuk agenda strategis yang diprakarsai oleh Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) RI.
Kegiatan yang bertajuk Sosialisasi Penanganan Lintas Batas Negara pada Jalur Tidak Resmi dan Survei Identifikasi Jalur Tradisional ini merupakan implementasi langsung dari Prioritas Nasional ke-2 dalam Asta Cita Presiden Prabowo Subianto yang berfokus pada pemantapan pertahanan dan keamanan negara.
Acara ini dihadiri berbagai instansi terkait yang turut serta dalam upaya penertiban jalur perbatasan, dengan Kantor Imigrasi Kelas II TPI Atambua menjadi salah satu tulang punggung kegiatan.
Mereka tidak hanya memberikan dukungan teknis dan koordinasi, tetapi juga menjadi narasumber inti yang memaparkan strategi pengawasan.
Sederet pakar dari berbagai lembaga juga tampil sebagai narasumber, antara lain:
Bambang Tutuko P. (Kepala KPPBC TMP B Atambua), yang memaparkan strategi untuk memutus alur penyelundupan barang.
Kolonel Ctp. Moh. Khoirul Hadi, S.IP (Paban V/Surta SOPS TNI), yang menjelaskan taktik patroli dan penempatan pos militer.
Andrianus Tonny Budjaya (Ketua Tim Pengendalian Pemeriksaan Keimigrasian TPI Darat), mengupas prosedur pemeriksaan dan celah hukum pada jalur tidak resmi.
Simon Soli, S.Pt., M.P (Kepala Balai Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan NTT), yang menekankan bahaya hama dan penyakit dari arus barang ilegal.
Miguel Gomes (Kepala Staf Dirjen Imigrasi Timor Leste), yang memberikan perspektif kerja sama lintas negara untuk mengarahkan warga ke jalur resmi.
Plt. Direktur Jenderal Imigrasi, Yuldi Yusman, memberikan apresiasi tinggi terhadap sinergi yang terjalin. “Kegiatan ini adalah wujud nyata bagaimana Imigrasi bekerja tidak sendirian, tetapi bersama instansi lain demi menjaga kedaulatan negara,” ujarnya.
Ia menambahkan, identifikasi jalur tradisional merupakan langkah strategis untuk memastikan setiap perlintasan tercatat, terpantau, dan terkendali.
Senada dengan itu, Putu Agus Eka Putra, Kepala Kantor Imigrasi Kelas II TPI Atambua, menegaskan bahwa keberhasilan menjaga perbatasan tidak hanya diukur dari penutupan jalur, tetapi juga dari keamanan dan kenyamanan masyarakat.
“Tugas kami bukan hanya mengawasi, tetapi juga membangun kesadaran bahwa jalur resmi adalah perlindungan bagi warga,” paparnya.
Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Imigrasi NTT, Arisan Gumilang, menekankan pentingnya keseimbangan antara keamanan negara dan kesejahteraan warga. “Keamanan negara dan kesejahteraan masyarakat harus berjalan beriringan,” tegasnya.
Kegiatan ini secara resmi dimulai dengan apel pelepasan tim survei yang dihadiri oleh Wakil Bupati Malaka dan Deputi I BNPP. Peninjauan langsung ke jalur-jalur tradisional aktif menjadi langkah awal untuk memastikan tidak ada lagi “pintu bayangan” di perbatasan.
Operasi ini menegaskan pesan hanya ada gerbang resmi yang aman, terpantau, dan terjaga untuk masa depan negeri. ***