DENPASAR – Aparatur
pemerintahan daerah di Provinsi Bali belum sepenuhnya menjalankan
amanat reformasi dalam fungsinya sebagai pelayan publik.
Hasil
survei dilansir Kantor Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia (ORI)
Provinsi Bali, menunjukkan, UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang pelayanan
publik, belum dipatuhi mayoritas instansi penyelenggara pelayanan
publik.
Kepala Perwakilan
Ombudsman Provinsi Bali Umar Ibnu Alkhatab mengungkapkan hal itu dalam
evaluasi 2014 dan Road Map dan Proyeksi 2015. Dalam
catatan Ombudsman, survei tahun 2014 , terhadap tingkat kepatuhan
instansi atau lembaga pelayan publik, masih jauh dari harapan.
Kata dia, aparatur birokrasi di Bali, belum bisa mewujudkan birokrasi yang melayani dan mengabdi ke masyarakat. Padahal
jika mengacu pada Perpres No 81 tahun 2010, birokrasi harus menunjukkan
peningkatan kualitas pelayan publik kepada masyarakat sebagaimana
sasaran reformasi birokrasi.
“Yang
dirasakan masyarakat, birokasi belum melayani, mengabdi sehingga amanat
reformasi belum tuntas dijalankan,” tegas Umar di Denpasar, Rabu
(14/1/2015). Hal itu tampak
dari hasil survei ombudsman di beberapa kabupaten di Bali, kondisi
pelayanan publik yang jauh dari harapan atau ekspektasi masyarakat.
Dia
mencontohkan, tingkat kepatuhan di Pemkab Tabanan terhadap UU
Pelayanan Publik. Diketahui mayoritas atau sekira 75 persen satuan kerja
perangkat daerah SKPD belum patuh pada aturan itu.
Banyak
SKPD yang belum mencantumkan tentang visi, misi, hingga besaran standar
tarif pelayanan hingga jangka waktu selesainya pengurusan. Padahal, masyarakat butuh transparansi besaran biaya yang diperlukan sehingga ada kepastian tentang standar pelayanan.
Setidaknya dengan gambaran itu, juga akann mempengaruhi tingkat kepercayaan publik terhadap penyelenggara negara. Pihaknya
telah memprogramkan tahun ini untuk mendorong peran inspektorat di
semua kabupaten kota, untuk mempercepat pelayanan publik sebagaimana
diamanatkan undang-undang. (rhm)