Denpasar – Petugas Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar mendeportasi seorang warga negara asing (WNA) asal Mongolia berinisial EB pada Selasa (20/5) dini hari melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali.
Tindakan tegas ini diambil lantaran EB terbukti melanggar Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian Pasal 78 ayat (3) karena tinggal melebihi batas waktu izin tinggal (overstay) selama 127 hari.
Kepala Rudenim Denpasar, Gede Dudy Duwita, mengungkapkan kronologi kejadian bermula saat EB masuk ke Indonesia pada 9 Desember 2024 melalui Bandara Internasional Ngurah Rai menggunakan visa kunjungan bersama seorang rekannya. Namun, rekan EB telah lebih dulu meninggalkan Indonesia, sementara EB justru berpindah-pindah penginapan.
Petugas Imigrasi akhirnya berhasil mendeteksi keberadaan EB di sebuah hotel di kawasan Legian, Kuta, dan mengamankannya pada 13 Mei 2025 saat yang bersangkutan hendak meninggalkan Indonesia melalui konter keberangkatan internasional Bandara I Gusti Ngurah Rai.
Berdasarkan catatan Imigrasi, EB telah overstay sejak 6 Januari 2025 atau selama 127 hari.
Atas pelanggaran tersebut, petugas Imigrasi melakukan pendetensian dan memindahkan EB ke Rudenim Denpasar pada 16 Mei 2025.
Proses deportasi EB ke negara asalnya dilaksanakan pada Senin (19/05) malam dengan pengawalan ketat petugas Rudenim Denpasar hingga EB naik ke pesawat.
Sikap kooperatif EB selama proses tersebut membuat pendeportasian berjalan dengan lancar.
Rudenim Denpasar, yang berada di bawah naungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Imigrasi Bali, menegaskan komitmennya dalam pengawasan dan penegakkan hukum keimigrasian demi menjaga kenyamanan dan ketertiban Bali sebagai destinasi wisata unggulan.
“Pendeportasian ini juga merupakan bagian dari upaya menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kami mengimbau seluruh warga negara asing untuk selalu mematuhi peraturan hukum yang berlaku di Indonesia,” tegas Dudy.
Lebih lanjut, Dudy menjelaskan bahwa sesuai dengan Pasal 102 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, EB dapat dikenakan penangkalan masuk ke wilayah Indonesia paling lama sepuluh tahun dan dapat diperpanjang.
Bahkan, penangkalan seumur hidup dapat diberlakukan bagi WNA yang dianggap mengancam keamanan dan ketertiban umum.
Keputusan akhir mengenai penangkalan akan ditentukan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi setelah mempertimbangkan seluruh aspek kasus yang bersangkutan.***