Pagar Laut di Pesisir Tangerang, Dekan FISIP Universitas Al Azhar Indonesia Soroti Tanggung Jawab Pemerintah

18 Januari 2025, 21:31 WIB

Jakarta – Dekan FISIP Universitas Al Azhar Indonesia, Heri Herdiawanto, turut menyoroti polemik pagar laut di pesisir Tangerang yang viral di media sosial. Fenomena pagar laut sepanjang lebih dari 30 kilometer ini memunculkan pertanyaan besar mengenai tanggung jawab pemerintah dalam menjaga kedaulatan wilayah laut Indonesia.

“Keberadaan pagar laut di wilayah teritorial Indonesia, khususnya di perairan Jawa Barat, Banten, dan Jakarta, menuntut tanggung jawab hukum yang serius dari pemerintah,” ujar Heri.

Menurutnya, penyelesaian kasus ini tidak cukup hanya berdasarkan hukum nasional, tetapi juga memerlukan pendekatan melalui hukum laut internasional.

“Dalam hukum laut internasional terdapat prinsip ‘mare liberum’ dan ‘mare clausum’. Prinsip ini menjadi dasar pengelolaan laut, baik sebagai wilayah bebas maupun bagian dari kedaulatan suatu negara”, jelasnya.

Ia melanjutkan, bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga dan mengelola wilayah lautnya, sesuai dengan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS).

“Indonesia berperan besar dalam merumuskan konsep negara kepulauan melalui UNCLOS. Hal ini merupakan warisan besar dari tokoh-tokoh seperti Prof. Mochtar Kusumaatmaja dan Prof. Hasyim Djalal. Oleh karena itu, pemerintah memiliki kewajiban moral dan historis untuk menjadi teladan dalam penerapan hukum laut internasional,” tambahnya.

Heri menegaskan bahwa penyelesaian kasus pagar laut ini harus dilakukan secara tegas dan komprehensif.

“Pembongkaran pagar laut saja tidak cukup. Pemerintah harus mengusut tuntas pihak-pihak yang bertanggung jawab dan motif di baliknya. Ini menjadi wujud ketegasan Indonesia dalam menegakkan UNCLOS di hadapan masyarakat internasional,” ujarnya.

Lebih jauh, Heri menilai bahwa pagar laut ini adalah ujian terhadap kedaulatan Indonesia dalam mengelola sumber daya lautnya. Menurutnya, fenomena ini mencerminkan tantangan kompleks yang melibatkan penegakan hukum, pengelolaan sumber daya alam, dan perlindungan hak-hak nelayan lokal.

“Penyelesaian masalah ini harus dilakukan secara menyeluruh, melibatkan pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat,” katanya.

Heri juga mengimbau agar masyarakat tidak bersikap reaksioner.

“Saling tuduh di ruang publik hanya akan memperkeruh suasana. Semua pihak perlu menahan diri dan memberikan ruang bagi pihak berwenang untuk bekerja secara profesional dan transparan,” jelasnya.

Menurutnya, penyelesaian kasus ini adalah momentum bagi Indonesia untuk menunjukkan komitmen terhadap hukum laut internasional.

“Indonesia harus memastikan bahwa seluruh aktivitas di perairannya sesuai dengan hukum yang berlaku. Ini juga menjadi kesempatan untuk memperkuat posisi sebagai negara maritim yang berdaulat dan berwibawa,” ujar Heri.

Heri berharap agar kasus ini menjadi pembelajaran penting bagi pemerintah.

“Dengan transparansi, akuntabilitas, dan penghormatan terhadap hukum, pemerintah tidak hanya membangun kepercayaan masyarakat, tetapi juga memperkuat reputasi Indonesia di mata dunia. Semoga persoalan ini dapat diselesaikan dengan adil dan bijaksana,” pungkasnya.***

Berita Lainnya

Terkini