Jakarta – Founder Human Studies Institut (HSI), Rasminto, mengingatkan bahwa distorsi informasi terkait isu Papua di ruang digital berpotensi memperkeruh situasi di lapangan. Hal tersebut ia sampaikan dalam Seminar Kebangsaan bertajuk “Demokrasi dan HAM di Era Digital” yang diselenggarakan FISIP UPN Veteran Jakarta di Auditorium Tanah Airku, Kampus Limo, Jumat (28/11/2025).
“Papua menjadi salah satu topik yang paling sensitif dan paling sering berseliweran di berbagai platform digital. Namun, banyak informasi yang lalu-lalang tanpa verifikasi yang memadai,” ujar Rasminto dalam keterangannya kepada wartawan (28/11/2025).
Ia menekankan bahwa derasnya arus informasi kerap tidak diiringi proses pengecekan fakta. Menurutnya, kondisi ini dapat menimbulkan bias, membangun persepsi yang keliru, bahkan meningkatkan ketegangan sosial.
“Kita harus menyadari bahwa isu Papua sangat kompleks. Informasi yang tidak akurat dapat memperburuk keadaan dan memunculkan dukungan atau sentimen publik yang tidak berdasar,” katanya.
Rasminto menjelaskan bahwa dinamika konflik di sejumlah wilayah Papua menimbulkan dampak kemanusiaan bagi banyak pihak, mulai dari warga sipil hingga aparat keamanan. Namun, narasi digital sering kali hanya menonjolkan sebagian potret, sehingga mengaburkan konteks keseluruhan.
“Warga sipil menjadi kelompok yang paling rentan. Di sisi lain, aparat keamanan juga kerap menjadi korban dalam berbagai serangan. Perspektif berimbang sangat diperlukan,” tegasnya.
Ia menilai bahwa media sosial memiliki pengaruh besar dalam membentuk opini publik. Kecepatan penyebaran informasi yang tidak terjaga dapat memicu polarisasi dan digunakan pihak tertentu untuk mengarahkan pandangan masyarakat.
“Narasi digital bisa membangun simpati, tetapi juga dapat menjadi pemicu kekacauan bila tidak berbasis data dan verifikasi,” ujarnya.
Karena itu, Rasminto mengajak masyarakat untuk meningkatkan literasi digital dan mengedepankan kehati-hatian dalam menerima serta menyebarkan informasi terkait Papua. Ia juga menegaskan pentingnya pendekatan human security sebagai landasan dalam memahami dan merumuskan kebijakan.
“Keselamatan dan kesejahteraan manusia harus menjadi prioritas. Verifikasi informasi adalah langkah awal agar diskusi dan kebijakan berjalan lebih konstruktif dan bertanggung jawab,” pungkasnya.***

