Pakar Ingatkan Investor Pentingnya Kewaspadaan Membeli Aset Properti di Bali

Kewaspadaan bagi investor yang ingin membeli lahan di Bali ini sangat penting berkaca dari banyaknya kasus penjualan bidang tanah yang ternyata baru diketahui tengah dalam sengketa saat transaksi sudah dilakukan

3 Oktober 2024, 08:03 WIB

Denpasar – Bagi yang ingin membeli aset tanah atau properti di Bali agar berhati-hati meningkatkan kewaspadaan jangan sampai aset yang dibeli ternyata tanah sengketa.

Pentingnya kewaspadaan bagi investor yang ingin membeli lahan di Bali ini berkaca dari banyaknya kasus penjualan bidang tanah yang ternyata baru diketahui tengah dalam sengketa saat transaksi sudah dilakukan.

Investasi properti di Bali sebagai daerah tujuan wisata yang terus berkembang cukup menggiurkan dari kaca mata bisnis namun tetap harus diingat itu bukan berarti tanpa risiko.

Contoh paling anyar terjadi pada sengketa antara sederet perusahaan properti di kawasan Pantai Pandawa yang terafiliasi dengan BRW yang digugat Saiman Ernawan.

Diketahui, Saiman Ernawan merupakan pemegang saham dari BRW sebagaimana dikutip dari website sipp.pn-Denpasar.go.id.

Beberapa aset milik BRW yang telah dibeli investor, belakangan diketahui ternyata tersangkut dalam sengketa.

Merespons hal tersebut, Pakar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana-Bali, I Dewa Gede Palguna menekankan pentingnya kewaspadaan bagi investor yang ingin membeli lahan di Bali.

“Lahan di Bali memang menjadi incaran bagi investor yang ingin mengembangkan sektor pariwisata, namun dalam praktik jual-beli tanah, penting untuk berhati-hati,” ujarnya.

Ia menekankan bahwa pembeli harus melakukan pengecekan terhadap keaslian sertifikat dan lokasi tanah.

Palguna mengingatkan bahwa pembeli berpotensi mengalami masalah jika aset yang mereka beli ternyata dalam sengketa.

Dalam hal ini, pembeli yang melakukan transaksi secara sah tetap harus memahami situasi internal perusahaan pemilik aset.

Mereka perlu meminta klarifikasi dalam perjanjian jual beli untuk memastikan legalitas transaksi.

Bagaimana bila status sengketa baru diketahui setelah transaksi jual beli dilakukan?

Dijelaskan Dewa Palguna, pembeli bisa melaporkan kepada pihak berwajib jika terjadi indikasi penipuan dan mempertimbangkan pembatalan perjanjian.

“Perusahaan pemilik aset bertanggung jawab atas transaksi yang tidak jelas. Hukum pertanahan mengatur bahwa transaksi harus tunai dan terang,” tegasnya lagi.

Dalam konteks sengketa properti, Pakar Hukum Properti Rizal Siregar menjelaskan bahwa nasib pembeli tergantung pada tiga rantai sengketa.

Pertama, jika pembeli melakukan transaksi sah, mereka harus meminta klarifikasi mengenai masalah internal perusahaan terkait aset.

Jika aset ternyata dalam sengketa, pembeli harus menyadari bahwa perjanjian jual beli tetap sah dan mengikat.

Rizal juga menegaskan bahwa jika pembeli baru mengetahui aset yang dibeli dalam sengketa, mereka harus melaporkan dugaan penipuan kepada polisi dan mempertimbangkan pembatalan perjanjian.

“Perusahaan pemilik aset bertanggung jawab atas transaksi yang tidak jelas. Hukum pertanahan mengatur bahwa transaksi harus tunai dan terang,” ujarnya.

Secara terpisah, Dosen Fisipol Universitas Warmadewa Denpasar, I Nyoman Wiratmaja, menyatakan pesatnya perkembangan pariwisata di Bali meningkatkan permintaan lahan, namun hal ini juga berpotensi memperburuk praktik mafia tanah.

Ia mengingatkan masyarakat agar tidak terjebak dalam tawaran menggiurkan dari calo tanah.

“Masyarakat Bali harus sadar akan tanggung jawab pelestarian budaya, terutama terkait kepemilikan tanah leluhur yang diwarisi,” ujar Wiratmaja.

Sebagai informasi, BRW sebagai tergugat I, telah menjual asetnya.

Aset tersebut mencakup tanah di Bukit Pandawa yang dulunya merupakan bagian dari sejumlah proyek besar dan bidang tanah lainnya seluas 685,982 m2.

Gugatan dilayangkan lantaran Saiman sebagai salah satu pemegang saham memandang nilai transaksi jual beli tersebut terlalu rendah.

Gugatan Saiman didasarkan pada fakta yang dia temukan para pembeli aset tersebut diklaimnya saling terafiliasi termasuk dengan para pembeli tagihan (cessie) kreditur BRW. Hingga saat ini belum diperoleh tanggapan dari pihak BRW atas gugatan Saiman.***

Berita Lainnya

Terkini