DENPASAR- Sejumlah pakar maritim dunia berkumpul di Sanur, Denpasar mengikuti acara 4th MASTIC (Maritime Safety International Conference) tanggal 25-28 Agustus 2024. Acara yang digelar Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya melalui Departemen Teknik Sistem Perkapalan ini dibuka oleh Rektor ITS Bambang Pramujati, S.T., M.Sc.Eng., Ph.D.
Workshop internasional yang membahas tentang implementasi Automatic Identification System (AIS) dan Particularly Sensitive Sea Area (PSSA) ini diikuti sejumlah pakar dari berbagai negara.
Di antaranya Prof. Akira Sou dari Kobe University, Dr. Jung Han Lee dari LNG Solution Korea, Bani Maulana Mulia-Predient Director PT. Samudera Indonesia Tbk, serta Raymond Ivan H.A.S., S.T sebagai Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Perhubungan Indonesia.
Tidak kurang dari 50 technical papers yang dipresentasikan dalam conference ini. Conference yang diselenggarakan di Hotel Prime Plaza Sanur ini mengambil tema “Enhancing Maritime Safety Towards Sustainable Marine Technology and Environmental Protection” membahas hasil-hasil riset bidang maritime, khususnya teknologi yang dapat menunjang keselamatan maritime dan berbagai strategi menjaga lingkungan.
Rektor ITS Bambang Pramujati, S.T., M.Sc.Eng., Ph.D. menjelaskan bahwa keselamatan pelayaran kapal dan keamanan industri maritim tidak hanya berdampak pada keselamatan manusia. “Tetapi juga mempengaruhi lingkungan laut, ekonomi, nelayan dan industri berbasis maritim,” ujarnya.
Dr.Eng. Fadilla Indrayuni Prastyasari, S.T., M.Sc. selaku Ketua Panitia menyampaikan, gelaran MASTIC 2024 ini juga terdapat diskusi paralel yang diikuti oleh pemakalah dan peserta dari berbagai negara.
“Konferensi ini menerima banyak usulan naskah publikasi dari calon pemakalah, namun setelah evaluasi yang sangat ketat, hanya sekitar 50 publikasi saja yang dipertimbangkan dapat dipresentasikan,” ungkapnya.
Fadilla Indrayuni menyatakan, area sensitif laut adalah area yang sebetulnya ingin dijaga invorecementnya. Di Indonesia, ada tiga kawasan yakni Selat Sunda, Selat Lombok khususnya Nusa Penida dan Lautan Halmahera.
Khusus untuk Nusa Penida atau Selat Lombok dikarenakan di sana ada koral, ikan mola-mola, manta, pari. Area itu sensitif dari pencemaran laut. Sehingga Indonesia saat ini mau mengajukan ke IMO (Internasional Organisasi Mariton) di London.
“Kami hendak mengajukan agar menjadikan tiga area ini sebagai area sensitif, dimana nanti kapal-kapal internasional yang berlayar, tidak boleh membuang limbah di sana, menjatuhkan jangkar di sana,” tegasnya.
Menurut dia, dengan melihat perairan Selat Lombok ini cukup ramai dan merupakan jalur kapal besar kapal internasional, maka itu yang perlu untuk diawasi. Dan pengawasan nantinya akan dilakukan oleh Vessel Traffic Services (VTS) Benoa.
“Monitoring nantinya tetap akan dilakukan VTS yang ada di Benoa. Tapi itu pastinya nanti akan gabungan sama Polair atau KPLP untuk menjaga pos guard. Yang bertugas sebagai monitoringnya VTS,” bebernya.
Prof. Dr. Ketut Buda Artana ST MSc selaku Kepala Laboratorium Keandalan dan Keselamatan menegaskan bahwa 4th MASTIC ini dimaksudkan juga untuk menjadi ajang mencari titik temu antara keinginan meningkatkan kapasitas industri dan upaya untuk menjaga keselamatan dan melindungi lingkungan.
Hal ini dirasa penting mengingat kerap ditemukan problematik sosial terkait dengan pengembangan industri maritim seperti pelabuhan, terminal khusus hidrokarbon yang dianggap memberikan risiko bagi masyarakat dan lingkungan. Sementara pada sisi yang lain keberadaan industri dan fasilitas tersebut dibutuhkan oleh masyarakat dan industri.
Hasil riset dan pengembangan teknologi yang disampaikan dalam conference ini menjadi salah satu kanal yang menghubungkan kedua kepentingan tersebut.***