Sidang Preperadilan Polda Bali di PN Denpasar (Foto:Kabarnusa) |
Kabarnusa.com, Denpasar – Dalam sidang di Pengadilan Negeri Denpasar saksi ahli Prof I Made Widnyana SH MH mengatakan sesuai bukti Perjanjian Bali Kuta Residence (BKR), pasal yang tercantum merupakan kekuasaan arbitase sehingga harus diselesaikan secara arbitase terlebih dahulu.
Widnyana hadir sebagai saksi ahli yang diajukan kuasa hukum pemohon yakni March Vini Handoko Putra selaku mantan Direktur PT Dwimas Andalan Bali (PT DAB) pada sidang Preperadilan terhadap Polda Bali
Saksi yang dosen Universitas Bhayangkara Jaya sekaligus Ketua Program Magister Ilmu Hukum pada universitas milik Polri di Jakarta.
Awalnya, kehadiran saksi dipertanyakan kuasa hukum Termohon namun akhirnya hakim tetap mempersilakan saksi ahli menyampaikan pandangannya di depan sidang, Rabu (12/2/2014).
Pasalnya, setelah dilakukan pemeriksaan latar belakang pendidikan dan kapasitas ahli, hakim menyetujui ahli memberikan keterangan.
Widnyana memberi keterangan sebagai ahli arbitase bukan dalam kapasitas sebagai dosen.
Dijelaskannya, perjanjian yang mempunyai klausul arbitase merupakan kewenangan absolut dari BANI.
“Oleh karena itu, jika Penyidik yang mengesampingkan arbitase atau mengaku tidak mengerti arbitase adalah tidak dibenarkan,” katanya.
Alasannya, dalam hukum bahwa setiap warga negara dianggap mengetahui arbitase.
Lebih lanjut, sesuai bukti Perjanjian Kondotel, bahwa pasal yang tercantum merupakan kekuasaan arbitase dan harus diselesaikan secara arbitase terlebih dahulu.
“Sepanjang perjanjian pengelolaan merupakan bagian tidak terpisah dengan perjanjian terdahulu maka harus diselesaikan secara arbitase,” terangnya.
Sebelum menutup persidangan, hakim menandaskan jika Pemohon praperadilan bisa hadir agar dihadirkan, demikian bagi Termohon agar hadir bersama saksi dan ahli dalam sidang lanjutan Kamis (13/2) mulai pukul 09.00 Wita.
Secara terpisah, kuasa hukum dari Pemohon, yakni Yunadi menjelaskan pihaknya sangat menyayangkan pernyataan Termohon dalam duplik bahwa mengatakan Yurisprudensi harus ada nomor.
“Ini sangat memprihatinkan. Yurisprudensi adalah ketentuan hukum sebelumnya yang bisa diikuti dan menjadi sumber hukum, sehingga tidak ada penomoran seperti memuat surat,” tandasnya. (rma)